PERJALANAN tahun 2021 sudah berada di ujung anak tangga terakhir. Dan, sebentar lagi harus berganti lembaran perjalanan di tahun baru, 2022. Apa yang mesti dilakukan, baik selaku pribadi maupun bagian dari komunal makhluk sosial?
Memontum akhir tahun dan akan datangnya tahun baru sudah selayaknya dijadikan
sarana muhasabah (evaluasi diri) bagi siapa pun yang mendambakan perbaikan
kualitas hidup. Sayang, yang kerap mencuat ke ranah publik dan sepertinya by
design justru sebaliknya. Sebagian masyarakat berbagai bangsa di belahan dunia
justru menenggelamkan diri dalam euforia pesta pora yang cenderung berbuah
kemudharatan, tidak saja bagi pelakunya tetapi juga buat orang lain. Tak
terkecuali saat ini yang berada di penghujung 2021 dan dalam hitungan jari
telapak tangan, segera beralih ke tahun 2022.
Fenomena merayakan pergantian
tahun baru Masehi ini banyak menguras waktu, energi dan juga dana, yang jika
dialihkan untuk hal-hal yang lebih produktif, dampaknya tentu lebih positif bagi
komponen bangsa ini. Terlepas dari kontroversial yang mencuat tentang perayaan
pergantian tahun baru, tulisan ini lebih mengajak untuk menjadikan momentum
tahunan ini sebagai sarana evaluasi diri (muhasabah) demi kehidupan yang lebih
baik dan berkualitas.
Evaluasi itu paling tidak mencakup dua hal pokok, yakni
keburukan atau hal yang bersifat negatif dan kebajikan yang bernilai positif.
Atas keburukan –bisa berupa sikap, pemikiran, ataupun tindakan yang negatif–
sudah selayaknya tidak diberi ruang lagi untuk hidup, tumbuh, dan berkembang di
tahun 2022 dan seterusnya. Perlu dikubur dalam-dalam keburukan itu dan tidak
memberikan kesempatan kepadanya untuk bangkit dan hidup kembali. Kita tobati
segala bentuk keburukan dan tidak mengulanginya di masa mendatang.
Komunikasi
Liar
Apalagi di era digital –yang dalam perspektif komunikasi– banyak diwarnai
oleh berseliwerannya aneka produk media sosial (medsos), semisal WhatsApp (WA),
Face Book (FB), Twetter, Instagram (IG), Telegram, dan beberapa lainnya, nyaris
tak terbendung. Derasnya informasi yang memasuki ruang-ruang publik, bahkan
cenderung liar, praktis tak mengenal etika, tata krama, dan kerap
mengesampingkan klarifikasi sebagai penyeimbang informasi. Akibatnya, tak jarang
medsos dimanfaatkan sebagai sarana propaganda, menyerang lawan yang
berseberangan faham dan kepentingan, yang dalam praktiknya cenderung menafikan
aspek faktual atau dikenal dengan istilah hoaks (hoax).
Kalau sudah demikian,
maka produk turunannya biasanya berupa fitnah dan pembunuhan karakter yang tidak
bisa dipertanggungjawabkan. Medsos juga nyaris memupus batasan usia, lintas
generasi dalam komunitas, sehingga unggah-ungguh dalam berkomunikasi juga kerap
terabaikan. Ini bisa dilacak dalam grup-grup komunikasi ala medsos sebagai ekses
meroketnya era digital. Meski tidak bisa dimungkiri, jika dimanfaatkan secara
cermat, cerdik, dan bijak, medsos juga bisa dimanfaatkan untuk kebaikan dan
sarana komunikasi yang produktif.
Lihat saja, di masa pandemi Covid-19 yang
nyaris melumpuhkan berbagai sendi kehidupan, khususnya aspek ekonomi/bisnis,
medsos bisa manfaatkan untuk sarana bangkit dan bahkan melakukan akselerasi
lewat skema bisnis online. Tak terhitung berapa jenis produk dati berbagai
komuditas yang terselamatkan oleh model bisnis online ini yang di dalamnya
terdapat jejaring medsos.
Maka, diperlukan sikap cermat dan bijak dalam
ber-medsos. Dan, momentum akhir tahun inilah bisa dijadikan sarana evaluasi
total atas apa yang telah mewarnai dunia per-medsos-an agar ada perbaikan dan
bisa memaksimalkan fungsi positifnya di tahun-tahun mendatang.
Sementara itu,
kebajikan dengan berbagai variannya yang telah terukir di hati, bersemayam di
pikiran, dan mewujud dalam perilaku selama ini seyogyanya dipertahankan,
dirawat, dan dikembangkan untuk era mendarang. Dengan kata lain, untuk
menjadikan hidup yang berkualitas dan lebih baik, hal-hal positif yang sudah
kita lakukan perlu diistiqomahi dalam kehidupan sehari-hari. Pada gilirannya
ghirah kebajikan sebisa mungkin dampaknya tidak saja dirasakan dan dinikmati
oleh pelakunya.
Lebih dari itu, ia akan memberikan energi positif dalam bingkai
manfaat dan kemaslahatan yang maksimal kepada orang lain bangsa dan negara. Pada
gilirannya, menapaki perjalanan hidup di penghujung tahun dan memasuki tahun
baru merupakan momentum berbenah diri dan perbaikan peradaban untuk menebar
benih kebajikan tak berbatas. (*)
No comments:
Post a Comment