![]() |
Suasana nobar resepsi virtual Milad ke-108 Muhammadiyah di Gedung Dakwah Muhammadiyah Gresik, Rabu (18/11/2020) |
Catatan Pinggiran Oleh SUHARTOKO
Rabu Pon,
18 November 2020 hari ini, Muhammadiyah, salah satu organisasi besar di negeri
ini --bahkan di dunia--, genap berusia 108 tahun. Berbeda dengan tahun-tahun
sebelumnya, perayaan milad ke-108
Muhammadiyah tahun ini boleh di-bilang
cukup “senyap”. Tidak ada prosesi ingar-bingar yang menyertainya.
Bahkan puncak perayaan bertema “Meneguhkan Gerakan Keagamaan Hadapi Pandemi dan Masalah Negeri”, Rabu hari ini, hanya menyuguhkan resepsi virtual secara live zoom, yang diikuti oleh keluarga besar persyarikatan ini, mulai jajaran pimpinan pusat, wilayah, daerah, hingga ranting, plus pengelola amal usaha Muhammadiyah (AUM).
Tak
dihelatnya perayaan secara meriah sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, karena
hingga kini pandemi virus corona (Covid-19) belum berakhir. Muhammadiyah yang
mematri komitmen tinggi dalam menangani pandemi, memilih resepsi virtual
sebagai ajang merayakan milad ke-108
sebagai ihtiar mencegah penyebaran virus mematikan itu. Inilah pilihan bijak
dan rasional yang ditempuh Muhammadiyah.
Kontribusi Konkret
Meski tak
tersaji suasana meriah dan ingar-bingar dalam perayaan milad tahun ini, tidaklah memupus semangat Muhammadiyah untuk terus
berkontribusi dalam membangun masyarakat, bangsa, dan negara ini. Kiranya tak
cukup hanya menggunakan jari-jemari untuk menghitung betapa banyak amal usaha
yang dikelola persyarikatan yang didirikan Kyai Ahmad Dahlan ini. Apakah di bidang
pendidikan, kesehatan, sosial-kemanusiaan, termasuk ekonomi, yang manfaat dan
peran konkretnya tak terbantahkan.
Di sektor
pendidikan, misalnya, data yang terhimpun hingga 2019, tercatat lebih dari 10
ribu lembaga pendidikan telah berdiri dan eksis yang dikelola Muhammadiyah,
mulai TK hingga perguruan tinggi yang tersebar dari Aceh hingga Papua. Jumlah
itu belum termasuk hampir 100 pondok pesantren dan 318 panti asuhan, 136 panti
jompo dan rehabilitasi cacat, serta 318 unit rumah sakit dan tempat ibadah
berupa masjid/mushalla yang mencapai
11.198 unit.
Tak heran, banyaknya
amal usaha yang dikelola persyarikatan yang juga membawahkan 23 cabang istimewa
di sejumlah negara di luar negeri itu –di antaranya di Taiwan, Australia,
Inggris, juga Amerika Serikat—valuasi aset yang dimiliki terus meningkat.
Hingga 2019 nilai valuasi aset milik
Muhammadiyah mencapai sekitar Rp 320 triliun. Nilai itu belum termasuk dana
likuid (jangka pendek) yang tersimpan di rekening persyarikatan yang tercatat
sekitar Rp 15 triliun.
Seiring
dengan terus meningkatnya layanan yang harus dipersembahkan kepada masyarakat,
Muhammadiyah terus mengembangkan amal-amal usaha yang dikelola, baik di kawasan
perkotaan hingga ke pelosok-polosok dan daerah-daerah terpencil di negeri ini.
Kiprah Muhammadiyah yang dikawal melalui peneguhan gerakan keagamaan ini akan
terus berlanjut dalam berhidmat melayani masyarakat dengan kompleksitas
permasalahannya.
Sikap Bijak
Besarnya
kontribusi positif yang telah dipersembahkan Muhammadiyah hingga memasuki usia
yang ke-108 ini, membuat para punggawa persyarikatan ini makin matang dan bijak
dalam menyikapi berbagai permasalahan masyarakat dan bangsa.
Permasalahan-permasalahan kemasyaraktan dan kebangsaan disikapi secara arif,
bijaksana, dan penuh kedewasaan, dengan hasil yang terukur dan tidak
asal-asalan. Seperti tecermin dalam menyikapi kontroversial diundangkannya
Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja (omnibus
law) belum lama ini. Muhammadiyah memilih sikap tenang, tidak ikut larut
dalam pusaran euforia demonstrasi, namun tetap tegas dalam mengambil sikap,
yakni meminta pemerintah menunda pengundangan RUU itu.
Meski pada
akhirnya pemerintah tetap mengesahkan RUU itu dan menjadikan sebagai UU No.
14/2020 tentang Cipta Kerja, Muhammadiyah tidak mau larut dalam penolakan yang
membabi buta. Itulah yang membedakan Muhammadiyah dengan organisasi lainnya di
negeri ini. Usia persyarikatan yang memasuki abad kedua, kiranya sudah
sepatutnya jika dibarengi dengan kedewasaan dalam merespon dan menyikapi
berbagai permasalahan masyarakat dan bangsa.
Sekali
lagi, Muhammadiyah tidak menunjukkan sikap “berseberangannya” secara frontal
terhadap kekuasaan (baca: pemerintah) dalam bentuk aksi demonstrasi, tetapi
memilih tawakal kepada Allah, Tuhan Yang Maha Bijaksana, seraya menjajaki
ihtiar konstitusional, lewat gugatan ke Mahkamah Konstisusi (MK).
Meminjam
istilah Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur, H M. Saad
Ibrahim, apa yang dilakukan Muhammadiyah terhadap pemerintah merupakan pengejawantahan
atau wujud dari kemitraan cerdas dan korektif etis. Mengambil sikap berhadap-hadapan
(vis a vis) dengan penguasa, dalam
pandangan Saad Ibrahim, cost-nya
terlalu tinggi, sehingga harus dihindari. Sebaliknya, perlu dikembangkan pola
kemitraan yang mencerminkan kecerdasan dan koreksi dengan tetap menjunjung
tinggi etika dan kesantunan.
Dua frase,
yakni ‘kemitraan cerdas dan korektif etis’ jika dikembangkan dalam sendi-sendi
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara diharapkan mampu membawa
Muhammadiyah makin berkibar dalam berkarya dan berkontribusi konkret, tanpa
menyisakan gesekan baik dengan penguasa maupun sesama Ormas keagamaan.
Kemitraan
dijalin dengan pertimbangan rasional sebagai perwujudan pola berpikir cerdas.
Dengan demikian, dengan siapa pun Muhammadiyah siap bekerja sama saling
menguntungkan dan tidak ada pihak yang dirugikan. Demikian pula ketika harus
mengoreksi kebijakan penguasa yang dinilai melenceng, Muhammadiyah tetap
mengedepankan etika (korektif etis)
penuh kesantunan alias tidak brangasan.
Demikian
juga tatkala menyikapai perbedaan dengan organisasi lain dalam banyak aspek
kehidupan di masyarakat, baik terkait keagamaan, politik, sosial-budaya dan
lain-lain, sikap sejuk dan dialog rasional mesti dikedepankan. Dengan demikian,
sampai kapan pun, seiring terus bertambahnya usia, Muhammadiyah tetap berterima.
Selamat Milad ke-108, Muhammadiyah (*)
No comments:
Post a Comment