Thursday, April 10, 2014

Panggung Literasi Tiga Bahasa



Suasana pembelajaran yang enjoy
Sejumlah anak berseragam sekolah tampak bergerombol dalam kelompok-kelompok kecil, membentuk lingkaran. Mereka tidak memilih ruang kelas sebagai tempat duduk lesehan, tetapi di teras depan kelas masing-masing. Di setiap kelompok terdapat seorang ustad atau ustadzah yang mendampingi mereka.

Di antara kelompok itu ada yang terlihat tengah bercakap-cakap satu dengan lainnya, secara bergiliran. Pada kelompok lain, mereka tampak seperti tengah menghafal sesuatu, yang juga dilakukan secara bergantian. Saat saya dekati, ternyata sebagian dari mereka tengah melakukan praktik percakapan. Ada kelompok yang menggunakan bahasa Arab. Lainnya ada yang berbahasa Inggris. Sementara yang terlihat seperti menghafal, mereka tengah praktik tahfidz (menghafal) Al Quran.

Itulah pemandangan yang saya saksikan tiap kali memasuki SMP IT (Islam Terpadu) Al Ibrah Gresik. Demikian pula Sabtu, 5 April 2014 lalu saat saya mengantar Nadia ke sekolah yang berlokasi di Jl. Kng. Brotobegoro Timur, Yosowilangun, Gresik Kota Baru (GKB) Gresik. Dian Izza Nadia, nama lengkap Nadia, kini duduk di kelas 6 SD IT Al Ibrah dan memutuskan memilih SMP IT Al Ibrah sebagai sekolah lanjutan setelah kelak lulus SD IT Al Ibrah yang juga dikelola oleh Yayasan Al Ibrah.

Nadia adalah anak ketiga kami yang memutuskan akan melanjutkan sekolahnya ke SMP IR Al Ibrah. Semula, cewek tomboy yang pintar ngaji ini minta meneruskan ke salah satu SMP favorit di Gresik,yakni SMPN 1, seperti masnya, Ahmad Shalahuddin Azhar. Entah apa yang membuatnya balik haluan dan memilih SMP IT Al Ibrah sebagai pijakan untuk menimba ilmu.setelah lulus SD nanti.

Saya dan ibunya memang tidak sreg jika Nadia meneruskan pendidikannya ke sekolah negeri, meski di favorit sekalipun, Hal ini setelah melihat out put kakaknya yang menurut kami hanya “begitu-begitu” saja. Tidak ada sesuatu yang dibanggakan dari aspek agama. Padahal, untuk jenjang TK dan SD-nya anak-anak kami semuanya sekolah di sekolah berbasis Islam. Namun, kepada anak-anak, kami tak pernah memaksakan kehendak dalam memilih sokolah. Demikian juga terkait pilihan Nadia.

Ketika bulan lalu Nadia mengungkapkan pengen sekolah di SMP IT Al Ibrah, kami senang bukan kepalang. Kami merasa senang karena dengan meneruskan di sekolah tersebut, berarti ada kesinambungan dengan apa yang selama ini ia terima di SD. Apalagi, SMP IT Al Ibrah juga menyiapkan kelas boarding school yang di antaranya mematok target hafal Al Quran minimal 10 juz. Untuk jenjang SD, Yayasan Al Ibrah menargetkan, lulusannya sudah hafal 2 juz, yakni  juz 30 dan 29. Alhamdulillah, Nadia mampu merealisasikan target tersebut.

Literasi Trilingual
SMP IT Al Ibrah yang baru beroperasi 2012 ini menyiapkan dua model pembelajaran dalam mengelola peserta didiknya,yakni kelas full day school dan kelas boarding school (berasrama). Nadia sendiri memilih yang boarding. Pekan lalu, dilakukan orientasi kepada calon peserta didik dengan melakukan tes penjajakan untuk beberapa bidang studi, seperti IPA, matematika, bahasa Indonesia, termasuk tahsin (membaca) dan tahfidz (menghafal) Al Quran, serta conversation untuk mengetahui kemampuan dasar bahasa Inggrisnya. Khusus untuk hafalan Al Quran, lulusan kelas full day ditarget minimal 3 juz dan kelas boarding 10 juz.  

Yang menarik bagi saya adalah meski tergolong sekolah baru, sejak dini pengelolanya telah menempatkan literasi sebagai pilar penting dalam proses pembelajaran. Bahkan, di sekolah dengan slogan Holistic & Qur’anic School ini kesehariannya diterapkan tiga bahasa sekaligus (trilingual),yakni bahasa Indonesia, Arab, dan Inggris. Meski baru skala dasar, sekolah ini mencoba membudayakan baca-tulis dalam tiga bahasa tersebut.

“Kami memang tidak terlalu muluk-muluk dalam hal penerapan trilingual. Tapi paling tidak,kami telah meletakkan kerangka dasar kepada anak-anak tentang pentingnya tiga bahasa tersebut dalam kehidupan sehari-hari,” kata M. Mustafak, Kepala SMP IT Al Ibrah.

Apa yang disampaikan Pak Musyafak itu boleh jadi sebagai sesuatu yang biasa-biasa saja. Tapi, bagi saya selaku orang tua, pembudayaan literasi sejak dini merupakan langkah awal yang luar biasa. Apalagi, budaya literasi itu didesain secara sistemik sebagai upaya pembekalan dan pembiasaan kepada peserta didik. Saya membayangkan, betapa kelak Nadia mampu berkomunikasi baik lisan maupun tertulis, tidak saja bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu, tetapi sekaligus bahasa Arab dan Inggris. Lebih dari itu, Nadia kelak saat lulus SMP juga hafal Al Quran minimal 10 juz. Waow …sesuatu banget, menurut saya.

Sebagai bentuk empati saya atas model pembelajaran di SMP ini, saya menawarkan diri dan mengajak kepala sekolah untuk merancang program untuk mendorong dan mengawal baik guru maupun siswanya untuk gemar menulis. Saya berharap, sekolah ini benar-benar menjadi panggung literasi, baik untuk aktivitas membaca maupun menulis. Karena itu, salah satu yang mesti disiapkan adalah keberadaan perpustakaan dan sarana penunjang yang memadai bagi percepatan program tersebut.

Gayung pun bersambut. Kepala sekolah membuka diri bagi upaya pengembangan literasi untuk para guru dan siswa di lingkungan SMP IT Al Ibrah Gresik. Panggung literasi ini dirancang dengan harapan, para guru dan siswa memiliki kecakapan dan kemampuan menulis, minimal untuk mengisi rubrikasi yang disiapkan di majalah sekolah dan web site. Untuk maksud ini, pelatihan secara intensif akan diberikan kepada mereka, Semoga panggung literasi yang disiapkan di sekolah ini akan melahirkan aktor-aktor dengan kemampuan menulis yang mumpuni.


Gresik, 10 April 2014       

                

No comments:

Post a Comment

Gresik Baru, Manut Kiai, dan Jebakan Serimoni

Oleh SUHARTOKO Jika awal pemerintahan Kabupaten Gresik -- di bawah kepemimpinan Bupati Fandi Akhmad Yani (Gus Yani) dan Wakil Bupati Amina...

Popular Posts