Tuesday, November 26, 2013

Relasi Media Menuju Kampus Dunia


(Kado khusus Dies Natalis ke-49 Unesa, Desember 2013)

Oleh SUHARTOKO


 
Gerbang Unesa, Kampus Lidah Wetan
Di sebuah warung kopi di kawasan Ketintang, Surabaya, dua orang sahabat yang sama-sama alumni Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Surabaya terlibat obrolan ringan seputar kampus tercinta mereka yang sejak tahun 1999 berganti nama menjadi Universitas Negeri Surabaya (Unesa). Semula obrolan mereka datar-datar saja, tidak menunjukkan adanya sesuatu yang perlu diperbincangkan secara serius. Di sela obrolan ringan itu, sahabat I asyik dengan rokok dan kopi hitamnya. Sementara sahabat II, di sela menuang dan nyruput kopi susunya, lebih fokus pada lembar-lembar koran yang dia beli di kios dekat warung itu.



Beberapa menit kemudian, tensi obrolan yang semula landai-landai dan tenang itu tiba-tiba naik dan sedikit gaduh. Sambil menunjukkan halaman lokal Surabaya
pada koran yang dibaca, sahabat II membuka suara dengan ekspresi serius. Setengah menggugat, sahabat II berujar, "Ini apa maksudnya, Cak? Apa wartawan dan pengelola koran ini sentimen dengan kampus kita? Masa ada banyak berita pendidikan, kampus kita nggak ada sama sekali beritanya. Yang ditulis hanya beritanya ITS dan Unair. Lha, ini juga ada berita dari kampus swasta yang mestinya tak layak. Sebagai alumni, malu aku, Cak. Sampean kan wartawan sinior, pasti bisa jelaskan kenapa begini."

Mendengar berondongan pertanyaan dan protes sahabatnya, sahabat I tak merespon. Dia malah asyik memainkan asap rokok dari mulutnya hingga membentuk lingkaran menyeruapi cincin. Sahabat I hanya tersenyum mendengar sahabatnya yang ngedumel dan tidak bisa menerima arus lalu lintas informasi yang dinilainya sama sekali tak memihak ke kampusnya.
*****
Cerita singkat dua sahabat tersebut merupakan fenomena umum yang kerap diperbincangkan dalam sejumlah diskusi para alumni Unesa. Bahkan, secara terbuka hal itu juga sering didiskusikan dan diperdebatkan di grup milis keluarga Unesa (Ganesa). Sejumlah posting di milis yang dinamis ini juga menunjukkan, bahwa banyak alumni Unesa menyayangkan, mengapa berita-berita pendidikan di media massa, baik lokal maupun nasional tidak muncul dari rahim Unesa, tetapi justru dari kampus lain, seperti Institut Teknologi 10 November  (ITS) dan Universitas Airlangga (Unair). Padahal, sebagai lembaga pendidikan dan tenaga kependidikan (LPTK) yang sudah melahirkan puluhan ribu guru, mestinya Unesa menjadi barometer dalam melahirkan isu-isu pendidikan, Tak heran jika kemudian ada yang menilai, dari aspek pencitraan dan branding di Surabaya, Unesa masih menempati peringkat ketiga, di bawah ITS dan Unair. 

Pertanyaannya adalah benarkah lemahnya aspek pencitraan dan branding itu membuktikan rendahnya kualitas Unesa dalam mengelola isu-isu pendidikan untuk konsumsi publik?  Seberapa penting sebuah institusi pendidikan, termasuk Unesa dalam menjalin komunikasi dengan media massa dan apa dampaknya jika Unesa mengambil jarak dengan media massa?

Setidaknya ada tiga kemungkinan mengapa Unesa relatif tertinggal dalam melahirkan isu-isu pendidikan untuk konsumsi pemberitaan di media massa. Pertama, wartawan atau jajaran redaksi menilai, di Unesa tidak banyak isu yang bisa diangkat sebagai informasi yang layak muat. Kedua, para petinggi atau pengelola Unesa memproteksi diri dan memilih sikap low profile (baca: pasif), sehingga tidak menganggap pemberitaan media massa sebagai sesuatu yang penting. Ketiga, Itu terjadi karena ketidakpahaman pengelola Unesa dalam menjalin hubungan baik dengan media massa. Ini yang kemudian –dalam aspek komunikasi-- berakibat pada jauhnya jarak antara Unesa dan media massa, sehingga arus beritanya pun relatif sepi.

Lalu di manakah posisi Unesa di antara ketiga kemungkinan tersebut? Apa pun kemungkinan yang menjadi penyebab belum optimalnya pengelolaan isu atau informasi untuk media massa, satu hal yang mesti disadari oleh pengelola Unesa, baik rektor, pembantu rektor, atau jajaran yang dibawahkannya adalah, bahwa keberadaan media massa itu sangat penting, sekali lagi sangat penting sebagai supporter pengembangan kinerja kampus. Karena itu, jangan menganggap sepele kehadiran media massa. Meski untuk itu semua, perlu kemampuan teknis dalam mengenali dan bagaimana memperlakukan media massa, dalam hal ini para wartawan (jurnalis), khususnya yang biasa meliput bidang pendidikan.

Di antara pengetahuan dan kemampuan teknis yang mesti dimiliki dalam menjalin hubungan dengan media massa, di antaranya:
1    1). Media massa bisa berperan sebagai sarana promosi atau support atas pengelolaan institusi atau perusahaan, baik terkait produk baranag dan atau jasa
2     2). Media massa bisa berperan sebagai mitra dalam memengaruhi opini publik terkait kebijakan atau program perusahaan/institusi.
3    3). Media massa bisa menjadi sarana efektif untuk penguatan pencitraan korporasi (corporate image) atau branding untuk mendukung pengembangan kinerja perusahaan atau institusi.
4    4). Media juga bisa mengganggu, merusak, menyerang, atau bahkan menjatuhkan reputasi perusahaan/institusi dan pengelolalanya.

Seperti pisau bermata dua, secara sederhana peran media massa bisa positif atau negatif, bergantung bagaimana memanfaatkannya. Media massa bisa dimanfaatkan untuk membangun dan mengembangkan kinerja perusahaan/institusi, termasuk Unesa. Sebaliknya, keberadaannya juga bisa mengganggu atau bahkan merusak kinerja dan reputasi institusi dan personelnya.

Di sinilah peran public relations, sebagai sub-unit atau elemen yang biasanya melekat pada sebuah perusahaan atau institusi menjadi amat penting. Banyak perusahaan atau institusi yang masih memosisikan public relations atau yang juga dikenal dengan istilah humas ini sebagai elemen pinggiran atau sekadar pelengkap. Padahal, korporasi atau institusi mestinya makin menyadari, bahwa fungsi public relations itu strategis, tidak hanya untuk mengomunikasikan pesan manajemen, tetapi sekaligus  menjaga reputasi perusahaan atau institusi.

Apa itu public relations? William F. Arens (1999:310), dalam Contemporary Advertising menyebutkan, public relations adalah fungsi manajemen yang memfokuskan diri pada membangun/mengembangkan relasi serta komunikasi yang dilakukan individu maupun organisasi terhadap publik guna menciptakan hubungan saling menguntungkan.

Adapun publik yang menjadi sasaran pengembangan relasi serta komunikasi yang dimaksud Arens terdiri atas tujuh kelompok, termasuk di dalamnya media massa. Ketuju kelompok dimaksud adalah Employees, Stockholders, Communities, Media, Government, Investment Community, dan Customers. Tulisan ini lebih fokus pada upaya, bagaimana Unesa mampu menjalankan manajemen relasi dan komunikasi dengan media massa, sehingga tercipta pencitraan yang positif untuk mengembangkan kinerja sebagai kampus yang tidak saja dikenal dalam skala lokal dan nasional, tetapi sekaligus secara global alias mendunia.

Memang, tidak semua media massa harus dijadikan mitra dengan kadar perlakuan yang sama. Karena itu, elemen Unesa yang bertanggung jawab menjalankan komunikasi dengan media massa mesti mampu mengelompokkannya sesuai dengan segmen pasar atau target yang diharapkan. 

Sekadar untuk referensi, tahun 2010, survey AC Nielsen yang dipublikasikan pada akhir tahun itu menunjukkan, Jawa Pos, koran nasional terbitan Surabaya ini,   mengukuhkan diri sebagai surat kabar dengan jumlah pembaca terbanyak. Posisi pertama ini berdasar survei pada kuartal ketiga 2010 yang diselenggarakan di sembilan kota besar. Sembilan kota besar di Indonesia itu, Jakarta dan sekitarnya, Semarang, Bandung, Surabaya dan sekitarnya, serta Yogyakarta dan sekitarnya. Lainnya adalah  Makassar, Denpasar, Palembang, dan Medan. Peringkat berikutnya ditempati Kompas, Top Skor, Pos Kota,   lalu disusul Warta Kota di posisi kelima. Itu berarti di antara lima besar tersebut, Jawa Pos-lah satu-satunya yang terbit di luar Jakarta, namun berada di puncak. Sebelum itu, pada 2009, Jawa Pos juga menduduki posisi pertama sebagai koran dengan pembaca terbanyak (Jawa Pos, 10 Desember 2010)

Khusus untuk area edar Jawa Timur dengan dominasi distribusi di Surabaya, Nielsen  menyebutkan, lima besar media cetak masing-masing ditempati Jawa Pos, Memorandum, Surya, Kompas, dan Surabaya Post. Sementara untuk area edar Jawa Tengah dan Yogyakarta, peringkat lima besarnya adalah Kedaulatan Rakyat, Suara Merdeka, Kompas, Jawa Pos, dan Seputar Indonesia.

Media massa mana yang layak dijadikan mitra strategis dalam mengomunikasikan agenda informasi, program, atau kebijakan Unesa, juga bergantung pada target yang diinginkan. Di antaranya, untuk kepentingan pencitraan, promosi, mencegah pemberitaan yang merugikan, atau untuk sekadar menjalin hubungan baik (relationship). Terlepas mana media yang akan menjadi pilihan utama dalam menjalin relasi, satu hal yang harus dihindari adalah, menjauhi atau menghindar dari media massa (baca:wartawan). Tetaplah menjalin komunikasi dengan baik dan akomodatif terhadap semua wartawan, meski dalam agenda kerja tetap ada pemilahan peran.   

Panggung Literasi
Ketika komunikasi dengan awak media telah terjalin secara harmonis, tahap berikutnya adalah memaksimalkan peran sumber daya manusia (SDM) Unesa untuk mengisi panggung literasi yang telah terbuka lebar pada rubrikasi yang ada, baik untuk pemberitaan atau penguatan positioning sebagai intelektual kampus melalui aliran naskah opini atau artikel.

Untuk kepentingan pemberitaan, tugas ini bisa dijalankan secara rutin oleh bagian Humas dengan aktif merancang isu atau informasi yang menguntungkan bagi pengembangan kinerka Unesa. Sementara untuk aliran naskah opini atau artikel mesti mengerahkan para dosen dan mahasiswa untuk aktif menulis dan mengirimkannya ke media massa.

Memang, misi ini tidak selalu gampang direalisasikan. Banyak kendala tentunya. Tetapi, melalui gerakan literasi yang terus dikumandangkan di kampus, hal itu bukanlah mustahil untuk diwujudkan. Ketika roh literasi --di antaranya lewat aktivitas menulis-- sudah menyatu pada diri para dosen dan mahasiswa, di situlah Unesa telah memiliki amunisi mengembangkan perannya sebagai kampus yang berpotensi mendunia.

Selain menjadikan media massa (profesional) sebagai mitra komunikasi, media-media internal seperti majalah kampus, termasuk majalah fakultas dan jurusan hendaknya terus dikembangkan. Demikian juga sarana-sarana lainnya, seperti website atau jurnal-jurnal pendidikan dan penelitian yang bisa diakses oleh publik, perlu juga diberdayakembangkan.

Jika peran relasi media yang ditandai oleh kualitas komunikasi, lalu diperkuat dengan tersedianya SDM yang andal dan aktif mengisi panggung literasi sudah digarap, penulis yakin, dalam waktu tidak terlalu lama Unesa mampu menjadi kampus favorit, tidak dipandang sebelah mata, baik untuk skala lokal, nasional, maupun global. (*)                  

No comments:

Post a Comment

Gresik Baru, Manut Kiai, dan Jebakan Serimoni

Oleh SUHARTOKO Jika awal pemerintahan Kabupaten Gresik -- di bawah kepemimpinan Bupati Fandi Akhmad Yani (Gus Yani) dan Wakil Bupati Amina...

Popular Posts