Oleh MAHYUDDIN
AHMAD
![]() |
Mahyuddin Ahmad |
Menulis bagi guru bukan lagi sebatas
kewajiban, tetapi menjadi kebutuhan mendesak. Berdasarkan data Depdiknas tahun
2006, jumlah guru yang terhambat kenaikan pangkatnya dari golongan IVa ke IVb
sebanyak 334.184 orang. Sementara terdapat 347.565 guru yang berstatus golongan
IIId sedang antre naik golongan ruang IVa, justru jumlah guru yang bergolongan
ruang IVb hanya 2.318 orang atau di bawah satu persen.
Kondisi
tersebut memunculkan pertanyaan, bagaimana menumbuhkan budaya menulis di kalangan
guru?
Ada baiknya jika menelisik tokoh pendidikan di Indonesia, Ki Hajar
Dewantara. Sebab, ternyata dia adalah seorang guru dan suka menulis. Tulisannya
yang berjudul “Alk In Netherlands was”
menjadi spirit of change dalam sejarah kemerdekaan bangsa. Menurut Ersis
Warmansyah Abbas, membangun kemampuan menulis, ibarat belajar bela diri. Tidak
dapat diraih secara instan. Dunia menulis bukanlah dunia sinetron. Belajar
silat, karate atau Thaibox, dimulai dari bagaimana mengokohkan kuda-kuda. Tidak
bisa langsung menjadi jagoan, pendekar.
Menumbuhkan budaya menulis berpangkal
pada persoalan kapan memulai kebiasaan menulis. Hal ini perlu mendapat
perhatian, walaupun seribu alasan dan hambatan akan siap membayangi keinginan
tersebut. Namun bertolak dari prinsip memulai sekarang dan dari hal yang
sederhana, apalagi sebagai penulis pemula. Memulai menulis tidak perlu rumit,
mulai dari diri sendiri, sederhana dan familiar dengan keseharian sebagai
seorang guru. Misalnya membuat rencana pelaksanaan pembelajaran, merangkum
materi pelajaran, atau sebatas mencatat hal yang penting di buku harian. Boleh
juga memulai dengan membuat jurnal pembelajaran, kondisi personaliti peserta
didik di kelas, catatan khusus mengenai kendala peserta didik dan masih banyak
lagi yang sangat familiar dengan aktivitas sebagai seorang guru.
Guru sebagai pendidik dan nara sumber
bagi peserta didik, pada dasarnya mempunyai energi dan potensi yang strategis
untuk menulis. Betapa tidak, dengan bekal ilmu dan pengalaman, dapat membuahkan
sumber inspirasi bagi perbaikan strategi, metode atau model pembelajaran yang
efektif. Bukan sesuatu yang mustahil, apa yang disampaikan dan dideskripsikan
guru melalui tulisannya akan memberikan kontribusi bagi banyak kalangan. Suka
duka menjadi seorang guru, plus minus sebagai pendidik, serba serbi kehidupan
guru, alangkah eloknya jika ditulis oleh guru itu sendiri. Jadi jurus pertama
adalah memulai menulis.
Sebelum memulai menulis, ada baiknya
jika calon penulis memahami manfaat dari aktivitas menulis. Bagi seorang guru,
manfaat menulis di antaranya sebagai berikut.
1.
Menulis menjadi bagian dari pengembangan keprofesian berkelanjutan, untuk
pengusulan kenaikan pangkat bagi jabatan guru.
2.
Hasil karya tulis bagi profesi guru dapat diikutsertakan pada lomba
keberhasilan guru dalam pembelajaran atau lomba yang diperuntukkan bagi guru.
3.
Mengungkapkan ide,gagasan dan pemikiran melalui aktivitas menulis akan
memperbaiki metode, strategi dan model pembelajaran.
4.
Menulis merupakan media untuk menemukan dan memberikan solusi dalam memecahkan
masalah pendidikan.
5.
Menulis bermanfaat untuk pengembangan materi atau bahan ajar dalam mata
pelajaran yang diampunya.
6.
Tulisan yang dibuat oleh guru akan menjadi investasi bagi dirinya untuk
kepentingan akhirat.
7.
Menulis akan mengikat pengetahuan yang dimiliki oleh penulis itu sendiri.
Dengan menulis,guru dapat membuka kembali pemahamannya mengenai sesuatu yang
ditulis dan mengembangkannya dengan lebih mudah.
8.
Menulis juga dapat menambah pundi-pundi penghasilan. Banyak penulis yang
kemudian menjadi unjuk kemampuan untuk menulis ide,pikiran dan gagasannya dalam
bentuk tulisan yang menarik.Setiap tulisan yang dimuat dalam media cetak akan
mendapatkan honor.
9.
Menulis akan mengantarkan penulisnya menjadi orang yang terkenal. Karya novel
“Ayat-Ayat Cinta” oleh Habiburrahman El Shirazy atau Joanne Kathleen Rowling
penulis novel best seller, Harry Potter, membawanya dikenal publik.
Ketika babak baru untuk memulai menulis
telah dikumandangkan, jangan berharap persoalan selesai. Akan muncul pertanyaan
baru, bagaimana menuangkan gagasan atau ide ke dalam kerangka tulisan. Kendala
ini dapat diminimalkan dengan jurus kedua, yaitu banyak membaca. Orang yang bisu pada awalnya dikarenakan tuli,
sebab apa yang akan diucapkan kalau tidak pernah mendengarkan. Sama artinya apa
yang mau diungkap, dinarasikan, diargumentasikan jika tidak punya referensi
alias kurang membaca. Belum punya ide (gagasan) menjadi kendala klasik yang
sering membuntuti perjalanan seorang guru yang telah memulai menulis. Apa yang
mau ditulis? Banyak membaca
dapat dijadikan sebagai sumber inspirasi.
Sebagai langkah awal memulai menulis,
untuk memuluskan aktvitas menulis, masih diperlukan jurus ketiga yang juga penting,
yaitu berinvestasi dari sebagian
penghasilan sebagai seorang guru untuk aktivitas menulis. Investasi tersebut
digunakan untuk membeli buku,
berlangganan surat kabar/koran, berselancar di internet, membeli
komputer/laptop, serta alat dan bahan untuk aktivitas menulis. Tidak ada
salahnya menyisihkan sebagian dari penghasilan untuk investasi menulis. Toh pada akhirnya ada manfaat lebih
besar dari investasi yang dikeluarkan.
Waktu yang masih tersisa adalah
kesempatan emas untuk memulai menulis. Hambatan maupun kendala dalam memulai
menulis segera diatasi. Semoga dengan berangkat dari niat yang ikhlas, keuletan
dan kerja keras, ketiga jurus untuk menumbuhkan budaya menulis dapat
diwujudkan. Menulis membutuhkan action
bukan narasi. Good luck!
No comments:
Post a Comment