Oleh SUHARTOKO
Menjelang hajatan politik pemilihan gubernur/wakil gubernur (pilgub)
Jawa Timur (Jatim) yang diagendakan 29 Agustus 2013 dan pemilihan umum (pemilu)
legislatif, 2014 mendatang, ruang-ruang publik seakan sesak dengan jargon-jargon
politik yang ditebar para peserta pilgub dan calon legislator dari
masing-masing partai.
Dengan gaya dan orientasi yang beragam, satu hal yang perlu
dicermati adalah, bisa dikatakan semuanya mengangkat isu sentral yang sama
dalam “menjual diri” untuk mengail simpati dan dukungan calon pemilih: rakyat! Ya,
rakyat kembali menjadi idola dan kini berada pada puncak siklus lima tahunan.
Padahal, selama empat tahun sebelumnya, rakyat seakan tenggelam oleh
ingar-bingar pusaran pesta demokrasi ini, khususnya di mata dan pikiran para calon
peserta pilgub dan pemilu legislatif itu.
Seperti diketahui, setelah melalui proses cukup dramatis di
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jatim, pilgub
Jatim akhirnya mengusung empat pasangan
cagub/cawagub. Mereka adalah pasangan Soekarwo-Saifullah Yusuf, Eggi Sudjana-M.
Sihat, Bambang DH-Said Abdullah, dan Khofifah Indar Parawansa-Herman Suryadi Sumawiredja.
Keempat pasangan itulah yang kini berebut simpati dan
dukungan rakyat, calon pemilih mereka. Berbagai jargon politik pun kemudian
dapat dengan mudah ditemukan di baliho-baliho, spanduk, brosur, pamflet, berbagai
iklan media massa, dan dan sarana pencitraan lainnya, termasuk orasi-orasi
politik dalam kampanye mereka. Dan, sekali lagi rakyat diposisikan di tempat
yang terhormat dan berharga.
Seperti lazimnya dalam tradisi politik, komitmen, janji, atau
statemen-statemen politis yang disampaikan para calon peserta pilgub selalu menempatkan
rakyat sebagai pilar utama dalam menjalankan roda pemerintahan kelak. Kata-kata
demi rakyat, atas nama rakyat, membangun untuk rakyat, demi kesejahteraan
rakyat, dan sejenisnya merupakan dagangan politik yang biasa mereka jajakan
kepada calon pemilih: rakyat. Bahkan salah satu pasangan Cagub, dalam baliho
yang tersebar di berbagai sudut kota di Jatim sampai menulis,” Gubernur adalah
pelayan, rakyat adalah raja”. Ini gambaran betapa rakyat diposisikan sebagai
sosok begitu tinggi setiap menjelang hajatan politik itu.
Sekilas, para peserta pilgub dan pemilu legislatif seakan
tersandra oleh rakyat calon pemilih dan menjadikan mereka (rakyat) sebagai sesuatu
yang diagung-agungkan dan berharga. Sangat mungkin pola ini mujarab untuk
memikat rakyat calon pemilih mereka. Akibatnya, tak sedikit di antara mereka pun
terjebak dan menaruh ekspektasi secara berlebihan terhadap para peserta pilgub
atau calon wakil rakyat mereka. Rakyat kerap mempersepsikan cagub/cawagub atau
calon legislator pilihan mereka –kelak jika menang atau terpilih —sebagai sosok
Superman atau Aladin yang mampu mengatasi semua masalah dan bisa menyulap
kondisi apa pun dalam sekejab menjadi lebih baik.
Besarnya harapan itu bisa jadi bumerang dan membuat rakyat frustasi manakala
dalam praktiknya meleset. Rakyat akan
kecewa berat jika pada kenyataannya nanti apa yang digembar-gemborkan para
cagub/cawagub dan atau calon legislator itu ternyata hanya isapan jempol atau lip services. Karena itu, dalam
menyikapi pilgub, sebaiknya rakyat calon pemilih tidak terlalu berlebihan
menyandarkan harapan dan rasional dalam mempersepsikan figur calon pemimpin.
Mereka hanya manusia biasa yang banyak memiliki keterbatasan, meski harus
diakui juga memiliki kelebihan yang bisa diandalkan. Karena itu jangan terlalu
berharap dan bersikaplah biasa-biasa saja. Siapa pun yang nanti terpilih
menjadi gubernur dan wakil gubernur atau wakil-wakil rakyat yang menduduki kursi-kursi
di DPRD/DPR yang terhormat itu pastilah tidak akan bekerja sendiri, tetapi
banyak subsistem pemerintahan yang terlibat.
Yang mesti dilakukan adalah bagaimana memosisikan diri
sebagai calon pemilih yang cantik dan seksi, sehingga membuat cagub/cawagub atau
calon legislator itu kepincut. Di
sinilah sebenarnya eksistensi rakyat akan tegak berdiri sabagai sosok yang
lebih berharga ketimbang berharap turunnya money
politics dari para cagub/cawagub atau para calon legislator peserta pemilu.
(*)
No comments:
Post a Comment