Tuesday, August 20, 2013

Ketika Rakyat (Makin) Berharga


Oleh SUHARTOKO

Menjelang hajatan politik pemilihan gubernur/wakil gubernur (pilgub) Jawa Timur (Jatim) yang diagendakan 29 Agustus 2013 dan pemilihan umum (pemilu) legislatif, 2014 mendatang, ruang-ruang publik seakan sesak dengan jargon-jargon politik yang ditebar para peserta pilgub dan calon legislator dari masing-masing partai.

Dengan gaya dan orientasi yang beragam, satu hal yang perlu dicermati adalah, bisa dikatakan semuanya mengangkat isu sentral yang sama dalam “menjual diri” untuk mengail simpati dan dukungan calon pemilih: rakyat! Ya, rakyat kembali menjadi idola dan kini berada pada puncak siklus lima tahunan. Padahal, selama empat tahun sebelumnya, rakyat seakan tenggelam oleh ingar-bingar pusaran pesta demokrasi ini, khususnya di mata dan pikiran para calon peserta pilgub dan pemilu legislatif itu.

Seperti diketahui, setelah melalui proses cukup dramatis di Komisi Pemilihan Umum (KPU)  Jatim, pilgub Jatim  akhirnya mengusung empat pasangan cagub/cawagub. Mereka adalah pasangan Soekarwo-Saifullah Yusuf, Eggi Sudjana-M. Sihat, Bambang DH-Said Abdullah, dan Khofifah Indar Parawansa-Herman Suryadi Sumawiredja.

Keempat pasangan itulah yang kini berebut simpati dan dukungan rakyat, calon pemilih mereka. Berbagai jargon politik pun kemudian dapat dengan mudah ditemukan di baliho-baliho, spanduk, brosur, pamflet, berbagai iklan media massa, dan dan sarana pencitraan lainnya, termasuk orasi-orasi politik dalam kampanye mereka. Dan, sekali lagi rakyat diposisikan di tempat yang terhormat dan berharga.

Seperti lazimnya dalam tradisi politik, komitmen, janji, atau statemen-statemen politis yang disampaikan para calon peserta pilgub selalu menempatkan rakyat sebagai pilar utama dalam menjalankan roda pemerintahan kelak. Kata-kata demi rakyat, atas nama rakyat, membangun untuk rakyat, demi kesejahteraan rakyat, dan sejenisnya merupakan dagangan politik yang biasa mereka jajakan kepada calon pemilih: rakyat. Bahkan salah satu pasangan Cagub, dalam baliho yang tersebar di berbagai sudut kota di Jatim sampai menulis,” Gubernur adalah pelayan, rakyat adalah raja”. Ini gambaran betapa rakyat diposisikan sebagai sosok begitu tinggi setiap menjelang hajatan politik itu.

Sekilas, para peserta pilgub dan pemilu legislatif seakan tersandra oleh rakyat calon pemilih dan menjadikan mereka (rakyat) sebagai sesuatu yang diagung-agungkan dan berharga. Sangat mungkin pola ini mujarab untuk memikat rakyat calon pemilih mereka. Akibatnya, tak sedikit di antara mereka pun terjebak dan menaruh ekspektasi secara berlebihan terhadap para peserta pilgub atau calon wakil rakyat mereka. Rakyat kerap mempersepsikan cagub/cawagub atau calon legislator pilihan mereka –kelak jika menang atau terpilih —sebagai sosok Superman atau Aladin yang mampu mengatasi semua masalah dan bisa menyulap kondisi apa pun dalam sekejab menjadi lebih baik.

Besarnya harapan itu bisa jadi  bumerang dan membuat rakyat frustasi manakala dalam praktiknya meleset.  Rakyat akan kecewa berat jika pada kenyataannya nanti apa yang digembar-gemborkan para cagub/cawagub dan atau calon legislator itu ternyata hanya isapan jempol atau lip services. Karena itu, dalam menyikapi pilgub, sebaiknya rakyat calon pemilih tidak terlalu berlebihan menyandarkan harapan dan rasional dalam mempersepsikan figur calon pemimpin. Mereka hanya manusia biasa yang banyak memiliki keterbatasan, meski harus diakui juga memiliki kelebihan yang bisa diandalkan. Karena itu jangan terlalu berharap dan bersikaplah biasa-biasa saja. Siapa pun yang nanti terpilih menjadi gubernur dan wakil gubernur atau wakil-wakil rakyat yang menduduki kursi-kursi di DPRD/DPR yang terhormat itu pastilah tidak akan bekerja sendiri, tetapi banyak subsistem pemerintahan yang terlibat.

Yang mesti dilakukan adalah bagaimana memosisikan diri sebagai calon pemilih yang cantik dan seksi, sehingga membuat cagub/cawagub atau calon legislator itu kepincut. Di sinilah sebenarnya eksistensi rakyat akan tegak berdiri sabagai sosok yang lebih berharga ketimbang berharap turunnya money politics dari para cagub/cawagub atau para calon legislator peserta pemilu. (*)    



No comments:

Post a Comment

Gresik Baru, Manut Kiai, dan Jebakan Serimoni

Oleh SUHARTOKO Jika awal pemerintahan Kabupaten Gresik -- di bawah kepemimpinan Bupati Fandi Akhmad Yani (Gus Yani) dan Wakil Bupati Amina...

Popular Posts