Monday, July 22, 2013

Mualaf Literasi


Dua hari terakhir ini, di tengah menjalankan ibadah puasa Ramadan yang penuh rahmat, berkah, dan ampunan, saya punya kegiatan tambahan. Selain tadarus Al Quran yang saya lakukan tiap malam menjelang tidur dan selepas Subuh bersama anak-anak dan ibunya, saya juga "menadarusi" sebuah buku. Ya, sebuah buku cukup tebal (442 halaman) dengan judul lumayan sangar: NATION IN TRAP dengan tagline di bawahnya: Menangkal 'Bunuh Diri' Negara dan Dunia Tahun 2020.

Bagaimana saya bisa mendapatkan buku karya Effendi Siradjuddin ini? Ceritanya begini. Di sela-sela buka bersama di vip room Gedung Tani komplek pasar induk Puspa Agro, Taman, Sidoarjo, Rabu, 17 Juli 2013 lalu, seorang sahabat lama, M. Rudiansyah mengatakan kepada saya tentang buku yang layak didiskusikan.
Alumni ITS yang telah belasan tahun menjadi pengusaha realestat (properti) ini memang sering mendiskusikan banyak hal dengan saya, baik masalah politik, ekonomi khususnya terkait kebijakan sektor properti, pemerintahan, juga tak jarang masalah-masalah sosial yang berkembang di masyarakat. Dalam momentum buka bersama itu, setengah berbisik tapi penuh antusias, pengusaha yang telah membangun perumahan di beberapa kota ini minta saya membaca buku tersebut.

"Sha, di mobil ada buku bagus. Wocoen dan telaah. Nanti kita diskusikan bersama dengan teman-teman."
Mas Rudi memang suka memanggil saya dengan sapaan 'Sha'. Itu inisial saya ketika selama 12 tahun (1991-2002) melakoni profesi wartawan di Harian Sore Surabaya Post, hingga Koran yang pernah menjadi Koran terbesar di Jatim ini akhirnya dilikuidasi. Koran ini menyatakan diri terlikuidasi setelan anak-anak Bu Toety Aziz (alm), pemiliknya, tidak ada yang mau meneruskan tongkat kepemimpinan di koran tersebut.

Dan, keterlibatan saya dalam diskusi secara intens dengan mas Rudi telah saya lakukan, baik di REI Jatim, asosiasi para pengembang realestat, Kadin Surabaya, juga di forum-forum diskusi dengan teman-teman di PWI Jatim. Ia begitu antusias ingin mendiskusikan buku karya alumni ITB yang kenyang di dunia bisnis energi/perminyakan ini karena satu alasan: dunia dalam ancaman krisis multidimensi. Di antaranya krisis energi global, pangan, lingkungan, demografis, juga peradaban. Pada gilirannya, aneka krisis tersebut menjadi ancaman dan bisa menggilas negara-negara maju dan berkembang, termasuk Indonesia.

"Ini mesti di antisipasi kalau negara kita tidak ingin terpuruk sebagaimana analisis dan prediksi di buku itu," katanya.

Maka, setelah salat Maghrib dan buka puasa, dia mengajak saya menuju mobilnya yang diparkir di depan Gedung Tani. Dalam hitungan detik setelah pintu kiri-depan mobil dibuka, buku dengan warna dasar gelap dan warna tulisan merah dan putih itu berpindah ke tangan saya. Sekilas buku tebal dengan sampul hard cover ini tampak kekar dan sangar begitu mata saya menatap kombinasi warna cover dan judul bukunya. Saya belum membaca buku petang itu, kecuali hanya memelototi judul dan daftar isinya.

Melihat tebalnya buku ini sebenarnya saya agak wegah (enggan) melahapnya. Tetapi, saya jadi tertarik setelah membaca judul dan daftar isinya. Apalagi sebelumnya, kepada sahabat saya yang "dulur sak peguron" di Unesa, Much. Khoiri yang biasa saya sapa Kang Emcho ini, saya menyatakan siap jadi mualaf literasi, "nyantrik" dan ngangsu kaweruh dan keterampilan menulis dalam komunitas Jaringan Literasi Indonesia (Jalindo) yang kini tengah menyiapkan lahirnya Pusat Literasi Unesa. Kang Emcho adalah kakak kelas yang juga dosen di Unesia yang kerap memprovokasi saya untuk menulis apa saja yang saya lihat, rasakan, pikirkan, dan lakukan.

Maka, mengirigi tadarus Al Quran di bulan suci Ramadan ini, saya juga rutin "menadarusi" buku NATION IN TRAP, Menangkal 'Bunuh Diri' Negara dan Dunia Tahun 2020 yang banyak memotret berbagai krisis di dunia ini serta analisis dan prediksinya di abad ke-21. Di sela-sela menikmati buku ini, ingatan saya langsung melesat pada buku Global Paradox karya John Naisbitt, terbitan 1994 dan sempat menghebohkan dunia bisnis karena ketajaman analisis dan ramalan tren bisnis di abad ke-21

Senyampang belum lupa, saya pun menuju lemari buku saya dan mencari di rak kelompok ekonomi-politik. Beberapa detik kemudian buku saya sandingkan dengan buku NATION IN TRAP sebagai tambahan reverensi. Kedua buku ini selanjutnya saya masukkan ke tas kerja untuk saya baca kapan pun ketika ada peluang membaca.

Ya, bulan Ramadan 1434 H (2013 M) ini menjadi momentum bagi saya untuk aktif dalam gerakan literasi, satu gerakan yang mendorong tumbuh dan kembangnya budaya dengan fokus baca dan tulis sebagai media meningkatkan peradaban bangsa. Bersama-sama dengan para penggiat dan “lascar” literasi lainnya, saya akan terus berkampanye akan pentingnya budaya membaca dan menulis, baik di kalangan siswa, guru, mahasiswa, dosen, dan masyarakat pada umumnya.


Gresik, 19 Juli 2013
www,kompasiana.com/Humaniora/Mas Hartoko

No comments:

Post a Comment

Gresik Baru, Manut Kiai, dan Jebakan Serimoni

Oleh SUHARTOKO Jika awal pemerintahan Kabupaten Gresik -- di bawah kepemimpinan Bupati Fandi Akhmad Yani (Gus Yani) dan Wakil Bupati Amina...

Popular Posts