Dua hari terakhir
ini, di tengah menjalankan ibadah puasa Ramadan yang penuh rahmat, berkah, dan
ampunan, saya punya kegiatan tambahan. Selain tadarus Al Quran yang saya
lakukan tiap malam menjelang tidur dan selepas Subuh bersama anak-anak dan
ibunya, saya juga "menadarusi" sebuah buku. Ya, sebuah buku cukup
tebal (442 halaman) dengan judul lumayan sangar: NATION IN TRAP dengan tagline di bawahnya: Menangkal 'Bunuh
Diri' Negara dan Dunia Tahun 2020.
Bagaimana saya bisa
mendapatkan buku karya Effendi Siradjuddin ini? Ceritanya begini. Di sela-sela
buka bersama di vip room Gedung Tani
komplek pasar induk Puspa Agro, Taman, Sidoarjo, Rabu, 17 Juli 2013 lalu,
seorang sahabat lama, M. Rudiansyah mengatakan kepada saya tentang buku yang
layak didiskusikan.
Alumni ITS yang telah
belasan tahun menjadi pengusaha realestat (properti) ini memang sering
mendiskusikan banyak hal dengan saya, baik masalah politik, ekonomi khususnya
terkait kebijakan sektor properti, pemerintahan, juga tak jarang
masalah-masalah sosial yang berkembang di masyarakat. Dalam momentum buka
bersama itu, setengah berbisik tapi penuh antusias, pengusaha yang telah
membangun perumahan di beberapa kota ini minta saya membaca buku tersebut.
"Sha, di mobil
ada buku bagus. Wocoen dan telaah.
Nanti kita diskusikan bersama dengan teman-teman."
Mas Rudi memang suka
memanggil saya dengan sapaan 'Sha'. Itu inisial saya ketika selama 12 tahun
(1991-2002) melakoni profesi wartawan di Harian Sore Surabaya Post, hingga Koran
yang pernah menjadi Koran terbesar di Jatim ini akhirnya dilikuidasi. Koran ini
menyatakan diri terlikuidasi setelan anak-anak Bu Toety Aziz (alm), pemiliknya,
tidak ada yang mau meneruskan tongkat kepemimpinan di koran tersebut.
Dan, keterlibatan
saya dalam diskusi secara intens dengan mas Rudi telah saya lakukan, baik di
REI Jatim, asosiasi para pengembang realestat, Kadin Surabaya, juga di
forum-forum diskusi dengan teman-teman di PWI Jatim. Ia begitu antusias ingin
mendiskusikan buku karya alumni ITB yang kenyang di dunia bisnis
energi/perminyakan ini karena satu alasan: dunia dalam ancaman krisis multidimensi.
Di antaranya krisis energi global, pangan, lingkungan, demografis, juga
peradaban. Pada gilirannya, aneka krisis tersebut menjadi ancaman dan bisa
menggilas negara-negara maju dan berkembang, termasuk Indonesia.
"Ini mesti di
antisipasi kalau negara kita tidak ingin terpuruk sebagaimana analisis dan
prediksi di buku itu," katanya.
Maka, setelah salat
Maghrib dan buka puasa, dia mengajak saya menuju mobilnya yang diparkir di
depan Gedung Tani. Dalam hitungan detik setelah pintu kiri-depan mobil dibuka,
buku dengan warna dasar gelap dan warna tulisan merah dan putih itu berpindah
ke tangan saya. Sekilas buku tebal dengan sampul hard cover ini tampak kekar dan sangar begitu mata saya menatap
kombinasi warna cover dan judul
bukunya. Saya belum membaca buku petang itu, kecuali hanya memelototi judul dan
daftar isinya.
Melihat tebalnya buku
ini sebenarnya saya agak wegah (enggan)
melahapnya. Tetapi, saya jadi tertarik setelah membaca judul dan daftar isinya.
Apalagi sebelumnya, kepada sahabat saya yang "dulur sak peguron" di Unesa, Much. Khoiri yang biasa saya sapa
Kang Emcho ini, saya menyatakan siap jadi mualaf literasi, "nyantrik"
dan ngangsu kaweruh dan keterampilan
menulis dalam komunitas Jaringan Literasi Indonesia (Jalindo) yang kini tengah
menyiapkan lahirnya Pusat Literasi Unesa. Kang Emcho adalah kakak kelas yang
juga dosen di Unesia yang kerap memprovokasi saya untuk menulis apa saja yang
saya lihat, rasakan, pikirkan, dan lakukan.
Maka, mengirigi
tadarus Al Quran di bulan suci Ramadan ini, saya juga rutin "menadarusi"
buku NATION IN TRAP, Menangkal 'Bunuh Diri' Negara dan Dunia Tahun 2020 yang
banyak memotret berbagai krisis di dunia ini serta analisis dan prediksinya di
abad ke-21. Di sela-sela menikmati buku ini, ingatan saya langsung melesat pada
buku Global Paradox karya John Naisbitt, terbitan 1994 dan sempat menghebohkan
dunia bisnis karena ketajaman analisis dan ramalan tren bisnis di abad ke-21
Senyampang belum
lupa, saya pun menuju lemari buku saya dan mencari di rak kelompok
ekonomi-politik. Beberapa detik kemudian buku saya sandingkan dengan buku
NATION IN TRAP sebagai tambahan reverensi. Kedua buku ini selanjutnya saya
masukkan ke tas kerja untuk saya baca kapan pun ketika ada peluang membaca.
Ya, bulan Ramadan
1434 H (2013 M) ini menjadi momentum bagi saya untuk aktif dalam gerakan
literasi, satu gerakan yang mendorong tumbuh dan kembangnya budaya dengan fokus
baca dan tulis sebagai media meningkatkan peradaban bangsa. Bersama-sama dengan
para penggiat dan “lascar” literasi lainnya, saya akan terus berkampanye akan
pentingnya budaya membaca dan menulis, baik di kalangan siswa, guru, mahasiswa,
dosen, dan masyarakat pada umumnya.
Gresik,
19 Juli 2013
www,kompasiana.com/Humaniora/Mas
Hartoko
No comments:
Post a Comment