![]() |
Much. Khoiri |
(knowledge + trigger) + effort = works
Rahasia apakah yang dimiliki para penulis yang meraih Nobel Prize semacam Ernest Hemingway, Albert Camus, Naguib Mahfouz, atau Orhan Pamuk? Rahasia apakah yang disimpan para penulis kaya dunia semacam J.K Rowling, James Patterson, Stephanie Meyer, Stephen King, Daniele Steel?
Dari 109 peraih Nobel Prize (laureate) bidang sastra dan puluhan pengarang terkaya dunia, nama-nama di atas agaknya menyepakati ungkatan Ken Macleod ini: “The secret of becoming a writer is to write, write and keep on writing.” Rahasia menjadi penulis adalah menulis, menulis, dan terus menulis.
Ya, rahasia itu sepintas sederhana, namun itulah hakikatnya. Orang yang ingin jadi petani sukses, dia menjalani pekerjaan petani. Orang yang mau sukses berdagang, dia belajar berdagang. Orang yang ingin pintar mengaji, dia belajar mengaji. Orang yang ingin jadi penulis, dia harus rajin menulis.
Frasa “menulis, menulis, dan terus menulis” mengisyaratkan latihan untuk pembiasaan dan pembelajaran. Dengan banyak latihan menulis, kita akan terbiasa secara fisik dan mental untuk duduk berlama-lama menuangkan gagasan, pikiran, atau perasaan. Jika sudah terbiasa, menulis menjadi kebutuhan yang nikmat.
Sementara itu, dalam latihan juga terkandung pembelajaran. Saya pernah membaca buku berjudul Transitions (maaf, lupa tahun terbitnya) yang memuat draf-draf awal penulis hebat dunia. Draf-draf itu masih penuh coretan, koreksi, dan sisipan—baik bentuk (struktur genre) maupun isi (ide, gagasan).
Ketika saya bandingkan draf yang ada di dalam buku Transitions dengan draf final di buku lain (buku referensi mengajar), terdapat perbedaan yang signifikan. Para penulis telah merevisi bentuk dan isi karya mereka. Artinya, para penulis kelas dunia pun juga menempuh pembelajaran untuk memperbaiki karya mereka.
Practice makes all things perfect. Latihan membuat segala sesuatu sempurna. Demikian pun para penulis dunia tersebut. Mereka selalu berlatih menulis dan menulis untuk menemukan puncak karya yang diinginkan. Novel The Old Man and The Sea karya Ernest Hemingway pastilah puncak sempurna dari proses menulis yang panjang dan berliku.
Di samping itu, kita bisa belajar ketangguhan (perseverance) dalam menulis. Sebelum mereka mendapatkan tempat di hati penerbit, mereka pernah ditolak berkali-kali; dan diminta untuk merevisi draf mereka. Bukan itu saja, selama revisi, apalagi saat menulis, ada di antara mereka yang mengucilkan diri—bahkan dari keluarga. Tentulah hal ini perlu ketangguhan mental yang luar biasa.
Para penulis itu telah menjadi cermin bagi saya ketika tahun 1987-an saya belajar menembus surat kabar. Betapa lelah dan gemes hati saya tatkala artikel saya ditolak berkali-kali oleh Jawa Pos, Surabaya Post, Surya, dan lain-lain. Hampir putus-asa rasanya saat itu.
Namun, saya “berguru” pada para penulis top dunia. Maka, saya usahakan untuk tetap tegar. Saya terus berlatih dan berlatih. Akhirnya, saya juga berhasil menembus koran-koran tersebut—bahkan tahun 1991 berhasil menembus barometer sastra nasional, yakni majalah sastra Horison.
Satu lagi, latihan menulis untuk peningkatan kualitas (dan/atau kuantitas). Dengan terus-menerus melatih menulis, kualitas tulisan akan meningkat, mencerminkan kualitas pikiran yang semakin kritis. Para pengarang tertentu, seperti J.K Rowling, James Patterson, Stephanie Meyer, Stephen King, Daniele Steel, meningkatkan kualitas dan kuantitas sejalan waktu.
Nah, sekarang marilah renungkan apakah kita sudah menakar keseriusan kita masing-masing dalam menulis. Kita matangkan untuk segera menyusun action plan, dan menerapkannya untuk mewujudkan rahasia sukses menjadi penulis—yakni menulis, menulis, dan terus menulis.
Sebagai penutup, marilah simak ungkapan Dahlan Iskan ini: “Sebagai seorang penulis, harus terus latihan menulis dan membaca. Awal-awalnya saya juga mengalami kesulitan, tapi berlatih dan terus berlatih, gak bisa langsung nulis seperti sekarang. Perlu proses lama.”
*) Much. Khoiri, dosen Sastra dan Budaya Universitas Negeri Surabaya (Unesa)
No comments:
Post a Comment