Thursday, May 30, 2013

Reminder: Empat dari Enam Syarat bagi Penulis


Oleh MUCH. KHOIRI *)

Berikut ini sekadar secuil pengingat (reminder) untuk saya sendiri dan teman-teman yang tertarik menulis, belajar menulis, sedang menulis, dan akan terus menulis--serta teman-teman yang membaca tulisan teman-teman yang tertarik menulis, belajar menulis, sedang menulis, dan akan terus menulis. Ini tentang empat dari enam syarat bagi penulis.
**** 

Selain kemampuan teknis menulis dan memasarkan tulisan--dua syarat utama bagi penulis--, penulis masih perlu membekali (melengkapi) diri dengan empat syarat lain, yakni: Reading habit (kebiasaan membaca), Note-taking (kebiasaan mencatat), Practice (belajar/latihan), dan Perseverance (ketekunan, keteguhan hati). Untuk mengingatnya, sebut saja “RNP2”.

READING HABIT. Penulis yang baik biasanya juga pembaca yang baik, yang berarti memiliki reading habit yang baik pula. Bacaannya banyak dan bervariasi: buku, majalah, jurnal, koran. Dengan sendirinya dia memiliki akumulasi pengetahuan dan informasi memadai. Oleh karena itu, dia biasanya berwawasan luas.
Latar pengetahuannya memungkinkan dia peka terhadap isu-isu kehidupan yang berkelebat dalam masyarakat. Dalam kondisi ini, menemukan ide bukan lagi suatu masalah. Dia tidak repot menemukan ide, namun justru repot kapan menuangkan antrean ide-ide itu ke dalam bentuk tulisan.

NOTE-TAKING. Penulis semacam itu juga berkebiasaan membuat catatan-catatan (note-taking habit). Selain mencatat hal-hal penting dari yang dia baca, juga menuliskan poin-poin penting tentang apa yang dia dengar, lihat, sentuh, rasakan, pikirkan. Dia sadar, daya-ingat otak manusia itu amat terbatas; karena itu, dia butuh mencatat apa pun yang baginya layak dicatat (atau sangat bermanfaat).
Bisa jadi sebuah inspirasi, ide/gagasan, pemikiran muncul ketika dia naik bis, berkemah, ikut diskusi, belajar, menonton film, cangkrukan, atau bahkan saat berada di toilet pun. Maka, dia pun selalu membuat catatan di dalam ‘buku saku’, kawan setianya.

Buku saku inilah yang dia gunakan juga untuk menampung calon tulisan yang terpaksan harus tertunda pembuatannya. Buku saku akan menjadi reminder (pengingat) atas konstruk gagasan yang seharusnya dituangkan ke dalam tulisan.

PRACTICE. Penulis yang sejati selalu berlatih dan berinovasi. Dia selalu menganggap proses kreatifnya sebagai proses latihan, dan latihan itu harus dilakukan secara ajek, rutin, penuh disiplin.Dia mirip pemain sepakbola atau petinju. Pemain sepakbola Brazil Pele selalu berlatih rutin, walau dia sudah mencapai “bintang legendaris dunia”-nya. Andaikata dia berhenti berlatih selama dua tahun lamanya misalnya, tentu kakinya akan terasa kaku, kekuatan larinya menurun, akurasi tendangannya merosot, badannya mungkin sakit-sakitan.
Demikian pun, petinju Mike Tyson, yang pernah melegenda itu, mungkin badannya kaku-kaku, otot-ototnya mengecil dan melemah, atau mungkin “leher beton”-nya menjadi agak empuk setelah sekian lama dia meninggalkan latihan rutinnya. Nah, demikian pula dengan menulis.

PERSEVERANCE. Kebiasaan membaca, mencatat, dan latihan tanpa lelah ternyata belum cukup. Semua ini perlu dilengkapi lagi dengan perseverance (ketekunan, keteguhan hati). Ini bukan saja untuk saat berkutat dengan proses penulisan, melainkan juga saat mengirimkan dan menunggu penerbitan naskah.
Menulis untuk dimuat (termasuk ke koran) itu penuh spekulasi. Kadang-kadang banyak tulisan yang dimuat, namun tak jarang jumlahnya sangat minim. Ujian datang ketika sekian banyak artikel terkirim, ternyata tidak ada satu pun yang layak muat.

Dalam kondisi demikian penulis seakan-akan dibanting-banting oleh keadaan. Penulis ini tentu kecewa karena idenya tak tersalurkan, dan “biaya produksi menulis” tak tertutup. Banyak penulis yang frustasi karenanya. Akibatnya, mereka pensiun menulis dan menekuni “pekerjaan lain” yang secara instan lebih menjanjikan imbalan.

Itulah penulis yang perseverance-nya rendah, atau bisa disebut sbagai penulis yang tak tahan banting. Waspadalah! Jangan tauladani jenis penulis semacam itu. Sebaliknya, seperti seorang wiraswastawan tangguh, penulis yang hebat selalu kuat menghadapi penolakan, dan segera bangkit dan bangkit lagi jika jatuh di dalam meraih impian.

Begitulah, empat syarat bagi penulis di atas memang sepatutnya penulis sanubarikan selama dia masih ingin menjadi penulis. Dengan pemenuhan syarat ini, dia berpeluang menjadi penulis yang baik, dan/atau meniti bidang menulis sebagai profesi (tambahan).

Sebagaimana "profesi" lain, menulis tentu akan memupuk intelektualitas, dan sekaligus memberikan keuntungan-keuntungan lain, termasuk keuntungan finansial. Tanpa pemenuhan syarat di atas, agaknya dia tak akan bisa menjadi penulis baik dan hebat. Kalau pun sempat jadi penulis (pemula), mungkin dia akan mirip seperti bunga mawar yang layu sebelum berkembang.***

*) MUCH. KHOIRI, dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Inggris, FBS, Unesa. 

No comments:

Post a Comment

Gresik Baru, Manut Kiai, dan Jebakan Serimoni

Oleh SUHARTOKO Jika awal pemerintahan Kabupaten Gresik -- di bawah kepemimpinan Bupati Fandi Akhmad Yani (Gus Yani) dan Wakil Bupati Amina...

Popular Posts