
Catatan:
Inilah fakta kehidupan beragama di tanah air yang layak dicermati sekaligus butuh penyikapan yang arif dan proporsional. Sebuah kolaborasi peradaban yang berlangsung dalam rentang waktu cukup lama, 13 tahun. Sebuah gereja (aktif) di Solo, Jawa Tengah, secara rutin menampung aktivitas keagamaan umat Muslim dalam bingkai “Berbuka Puasa Bersama”.
Inikah bentuk dan manifestasi toleransi beragama di negeri penganut paham demokrasi dengan payung Pancasila? Ataukah bentuk intervensi luar biasa dengan memanfaatkan lemahnya aspek ekonomi kaum Muslim, karena salah satu motivasi penyelenggaranya adalah karena ingin membantu meringankan beban sesama di bidang ekonomi? Lalu ke mana para kiai, ulama, ustad, cerdik pandai Muslim, para dermawan Muslim, sehingga fenomena tersebut berlangsung hingga belasan tahun? Bukankah “ritual” berbuka puasa itu merupakan bagian tak terpisahkan dari aktivitas ibadah puasa?
Naskah di bawah ini memang layak jadi bahan kajian. Sebab, bukan tidak mungkin hal yang sama atau berbeda (namun esensi/substansinya sama) terjadi di daerah lain? Intervensi akidah terhadap saudara-saudara kita yang tingkat ekonominya rentan, memang sangat terbuka dan berpotensi menarik mereka ke liang jebakan pelakunya. Bukan saja lewat aspek ekonomi lewat kemasan “membantu” sesame, tetapi juga merambah pada aspek budaya dan tayangan media, khususnya televisi yang terbukti berpengarauh dan efektif mengubah paradigma dan tatanan kehidupan publik.
Simaklah naskah di bawah ini, lalu rumuskan kerangka berpikir dan bertindak sebagai antisipasi untuk mencegah generasi mendatang dari peluang serbuan atau intervensi beragama, serta terseretnya generasi mendatang dalam lubang millatahum!
------------------------------------------------------------------------------
Berbuka Puasa di Gereja
Di sini pernah terjadi sebuah keindahan menjalankan ibadah. Antar umat beragama saling menghormati. Tak hanya itu, mereka juga saling menunjukkan simpati sekaligus menolong antarumat beragama. Bahkan setiap bulan Ramadan, ratusan muslim berbuka puasa di dalam gereja. Begitulah kenyataan yang sempat terjadi di Solo, Jawa Tengah.
Gereja Kristen Jawa Manahan, Solo, sudah 13 tahun ini menggelar acara buka bersama. Ini telah berlangsung sejak krisis moneter melanda negeri sekitar tahun 1997. Niat awal didasari oleh rasa iba kepada saudara muslim yang kurang mampu. Sebagian besar yang ikut serta kegiatan itu adalah tukang becang, buruh bangunan, pedagang asongan dan lain-lain.
Tapi, buka puasa bersama ini memang tidak gratis. Hanya saja harga makanannya supermurah. Cuma dipungut biaya Rp 500 per porsi, mereka bisa menghemat pengeluaran uang konsumsi dibandingkan dengan memasak sendiri. Pihak GKJ Manahan berharap dengan bisa menghemat, ketika Lebaran mereka akan memiliki uang yang cukup untuk merayakan hari idul fitri itu.
Setiap hari, sedikitnya ada 200 – 300 orang yang ikut kegiata buka bersama di salah satu ruangan di GKJ Manahan. Setiap mendekati waktu buka puasa, halaman GKJ Manahan akan dipenuhi dengan becak dan sepeda onthel milik masyarakat yang kurang beruntung tersebut. Selain itu, dari kalangan umat Kristen juga sibuk mempersiapkan hidangan yang akan disajikan.
Menu buka puasa yang disajikan juga selalu berganti setiap harinya. Kadang, kari ayam, soto ayam maupun sop ayam. Intinya masakan yang berkuah dan menggunakan daging ayam. Pihak panita lebih memilih daging ayam daripada daging sapi. Tujuannya untuk mencegah terjadinya pencampuran daging sapi dengan daging lainnya.
Untuk memasak, pihak GKJ Manahan Solo menyerahkan kepada para ibu-ibu jemaat gereja untuk memasaknya. Pihak gereja juga meyakinkan bahwa semua masakannya halal. Bahkan, seringkali organisasi agama Islam melakukan pengecekan dalam hal memasak. Pihak GKJ Manahan sangat menghormati umat Islam sehingga mempersilahkan untuk melihat proses memasaknya jika ada kekhawatiran.
Kegiatan ini tidak ada misi atapun pesan tertentu untuk melakukan kristenisasi kepada umat Islam. Bahkan, pihak gereja juga mengundang kepada para ustad untuk memberikan kuliah tujuh menit sebelum melakukan buka puasa. Selain itu, pihak gereja juga menyiapkan tempat untuk melakukan sholat maghrib di salah satu ruangan di komplek gereja.
Namun, semua itu kini akan tinggal kenangan. Sebabnya, muncul sebuah kelompok bernama Forum Ukhuwah Islamiyah Elemen Umat Islam Surakarta yang menolak buka bersama yang digelar gereja itu. Menurut Komisi Ukhuwah Islamiyah MUI Solo, Dahlan Harjo Taruno, buka bersama masuk ke wilayah ibadah umat muslim.
"Musyarawarah sejumlah elemen umat Islam se- Surakarta menolaknya," kata Dahlan. "Sebagai gantinya sejumlah masjid di Surakatya akan menggelar acara buka bersama secara gratis."
Ketua Bhinneka Peduli Kemanusiaan dan Perdamaian Solo sebagai penyelenggara bersama GKJ Manahan, H Zainal Abidin Achmad, mengatakan tidak mempermasalahkan penolakan itu.
“Kami malah bersyukur. Saya pun berharap semoga buka bersama yang dilakukan forum tersebut lebih baik dari kita,” katanya. “Yang kita inginkan adalah suasana kondusif, rukun dan damai. Jadi, kita menghargai keinginan atas penolakan ini."
Sumber: Yahoonews, 11 Agustus 2010
No comments:
Post a Comment