
BANYAK orang berpendapat: memarahi, membentak apalagi menyakiti anak yatim, dosanya sangat besar. Tentu pendapat itu benar dan tidak perlu lagi diperdebatkan oleh penganut agama apa pun. Namun, catatan kali ini justru sebaliknya. Ada seseorang yang mendapatkan kesuksesan justru setelah ia membentak anak yatim.Bagaimana mungkin?
Inilah kemampuan seseorang megelola energi negatif menjadi energi positif.
Dalam sebuah pelatihan di Batu Malang, belum lama ini, seorang peserta memberikan testimoni cukup menarik, berkaitan dengan anak yatim asuhannya. Di antara 26 anak yatim yang ia asuh, sebut saja nama Toni, nakalnya memang luar biasa. “Dia penggoda kami para pengasuh,”paparnya.
Maka, pada suatu sore, ibu mulia ini menyuruh Toni membeli garam keluar panti. Dasar Toni, ia jingkrak-jingkrak kegirangan karena diizinkan keluar panti. Rasanya seperti lepas dari “penjara kehidupan”. Dan, karena semangatnya, ia setengah lari menuju toko penjual garam. Dan, suatu peristiwa pun terjadi. Ternyata Toni menabrak seorang pedagang bakso yang sedang mendorong rombong baksonya.
Bragggg. Bruk. Pyaaaaaar.... Gerobak pun itu terguling, isinya berhamburan, dan mangkok2 pun pecah, serta beberapa bagian rombongnya ringsek. Bapak penjual bakso ini kaget dan teriak dengan kemarahan bersamaan dg gerobaknya yg ngguling. Tentu saja Toni ketakutan dan cepat berdiri. Dan, dengan muka memerah, si Tukang bakso memarahi dan bahkan mau menempeleng Toni, namun ia bisa menahan diri dan “hanya” memarahi sambil menuntut ganti rugi.
Tak seberapa lama, datanglah sang pengasuh Toni setelah diberitahu beberapa tetangga yang mengetahui kecelakaan tersebut. Terjadi nego harga dan setelah sepakat nilai ganti ruginya, esoknya tukang bakso ini datang ke rumah ibu Cicik, sang pengasuh. Tentu saja agak kaget bapak tua ini setelah mengetahui bahwa ternyata Toni adalah salah seorang anak asuh di sebuah rumah yatim.
“Waduh Bu, bagaimana ya?” kata bapak ini bingung.
“Sudah Pak, terima saja. Gak apa-apa. Ini hak Bapak. Memang Toni anak nakal,” jawab sang Ibu.
“Tapi bu..... “
“Bapak pulang dan belanjakan supaya nanti sore bisa jualan lagi.”tegas bu pengasuh.
Dan pulanglah bapak ini dengan perasaan bersalah. Bagaimana tidak, ternyata yang ia bentak bentak tadi adalah seorang anak yatim. Ia berjalan lunglai, dengan perasaan bersalah, ia ke pasar dan belanja keperluan dagangannya. Dan hari itu, ia tidak bisa berjualan karena harus membenahi rombongnya yang berantakan.
Esok harinya. dengan wajah yang bersinar ia berangkat kembali mendorong gerobak baksonya. Dengan mengucapk Bismillah, ia jalani langkah itu dengan penuh pasti. Ia ingin jalani usahanya dengan lancar. Dan ketika ia melewati panti asuhan tempat Toni diasuh, ia berhenti sejak dan menyiapkan beberapa mangkok untuk diisi bakso ramuan sedapnya.
“Wah ada yang borong, Cak (abang),” teriak seorang kenalannya yang sedang lewat.
Senyum simpul dari bibir tukang bakso ini, adalah jawaban sapaan kawan yang menggoda tadi.
“Assalamu’alaikum bu..........” kata abang bakso setengah berteriak.
“Wa’alaikumsalam...” jawab bu Cicik, pengasuh rumah yatim tersebut. “Alhamdulillah, abang sudah jualan kembali.”
“Ya bu, alhamdulillah, saya hari ini sedekah 10 mangkok bakso, tolong diterima ya bu...”
“Lho bang...?” ibu pengasuh bengong.
“Sudahlah Bu, terimalah...”
“Tapi pak...”
“Sudahlah Bu. Saya berniat setiap minggu akan memberi 10 mangkok ke anak-anak. Tolong ya bu bagi ke anak-anak. Mudah-mudahan bulan depan saya bisa dapat rezeki, saya bisa menambah 20 mangkok setiap minggunya.”
“Ya Allah Pak, amin amin amin...” jawab ibu pengasuh.
Singkat cerita, bulan berikutnya ternyata keinginan abang bakso ini dikabulkan Allah, SWT. Sehingga ia bisa memberi 20 mangkok setiap minggu. Luar biasa. Bahkan yang lebih luar biasa, setelah setahun, ia bisa memiliki tempat permanen, sehingga tidak perlu mendorong gerobaknya lagi. Bahkan, kabarnya kini punya 4 gerobak yang dijalankan kawannya.
*****
HIKMAH yang bisa kita petik dari peristiwa ini adalah, energi negatif yang merasuk dalam diri abang, yakni marah marah pada anak yatim, ternyata tidak dalam waktu lama, ia bisa jadikan energi positif . Rasa bersalah, ia balik menjadi rasa syukur. Hukuman yang harusnya ia terima karena membentak bentak anak yatim, ia maknai menjadi berkah. Karena ia balas “kesalahan” itu dengan melakukan langkah kongkrit mensedekahkan 10 mangkok bakso.
Betapa indah hidup ini. Penjual bakso ini adalah cermin bagi kita, betapa tidak mudah “keluar” dari situasi negatif dan membalikkan kondisi menjadi situasi positif. Dalam konteks kejadian dan peristiwa yang setiap hari menghampiri , kita dituntut berguru pada kebeningan hati abang tukang bakso memaknai setiap peristiwa. (*)
No comments:
Post a Comment