Suasana Green I'tikaf semalam |
Astaghfirullohal
‘adzim … astaghfirullohal ‘adzim … astaghfirullohal ‘adzim … Innalloha
ghofururrohim ….
Lantunan kalimat istighfar itu terdengar sayup-sayup,
namun menggema seakan menyimpan kekuatan untuk menjebol kokohnya pintu ampunan
Gusti Allah SWT. Ya, lantunan istighfar
itu terus menggema tiada putus sedetik pun menyembul dari lisan-lisan pendamba
sorga di bulan nan suci, Ramadan. Mereka adalah sekitar 150 orang peserta Green I’tikaf yang dihelat
di masjid Al Imam, komplek pasar induk modern agrobis Puspa Agro di Desa
Jemundo, Kec. Taman, Sidoarjo, Jatim, Rabu, 31 Juli 2013, bertepatan dengan
malam ke-23 pelaksanaan ibadah puasa Ramadan.
Sejak pukul 00.30
hingga 02.30 istighfar bareng yang
dipandu Omda Sidi Miftahulluthfi Muhammad al Mutawakkil (Gus Luthfi) dan
beberapa dai lingkungan di bawah koordinasi Kenduri Akbar Pengabdi Lingkungan (KAPAL)
Jatim ini terus menggema memecah kesunyian malam yang baru beranjak menuju pagi
dini hari. Suasana memang benar-sunyi, hanya terdengar gemuruh istighfar yang seakan menarik jamaah menuju
pusaran suwung ning sejatining isi.Ya,
kami bersama-sama memanfaatkan momentum i’tikaf
untuk menjemput lailatul qodar yang
nilai kebajikannya –sebagaimana terkandung dalam Al Quran-- lebih baik dari
1.000 bulan. Waow...itu ekuivalen dengan 83 tahun lebih, suatu karunia yang luar biasa jika kita berhasil menjumpai lailatur qodar.
Melalui istighfar yang entah berapa ribu kali
terucap, saya terkondisikan dalam posisi sumeleh,
pasrah kepada kebesaran dan keperkasaan Allah SWT, menyusul tumpukan dosa yang
mengiringi perjalanan hidup saya. Sehari sebelumnya, perburuan malam qodar juga saya lakukan di Gresik, kota kecil
tempat tinggal saya selama ini.
Dimulai dari masjid Manbaul
Falah, dekat kantor pusat PT Semen Indonesia di Jl. Veteran, pukul 22.00, saya
bergeser ke masjid Jamik di sisi barat alon-alon Gresik. Di masjid tua inilah
saya juga merasakan pelukan kesunyian yang teramat erat. Di masjid ini air mata
saya seakan terkuras oleh tarikan istighfar
yang begitu kuat. Pukul 02.30, solo
action ini saya lanjutkan ke masjid Nurul Jannah di komplek PT Petrokimia
Gresik setelah sebelumnya sahur dengan menu nasi pecel dan segelas teh hangat di
pasar Senggol, sebutan pusat kuliner pedagang kaki lima (PKL) di Jl. Arif
Rahman Hakim. Di masjid ini saya bertahan hingga Subuh untuk salat berjamaah
dan mendengarkan ceramah Subuh sebelum akhirnya pulang ke rumah pukul 05.30
WIB.
Kembali ke masjid Al
Imam di komplek Puspa Agro, mengapa Green I’tikaf? Ya, i’tikaf di masjid yang saya juga terlibat dalam ketakmirannya
ini, memang spesial. Mengapa spesial? Saya katakana spesial karena rangkaian
gelar i’tikaf ini kami awali dengan
aksi menanam 11 pohon di halaman masjid. Dari 11 pohon itu, 10 di antaranya
adalah jenis pohon matoa dan 1 pohon trembesi. Sebelum I’tikaf yang full hanya
diwarnai lantunan istighfar, kami
yang duduk lesehan di masjid juga mengikuti
tausyiyah dari Gus Luthfi yang
didampingi beberapa dai lingkungan.
Aksi menanam pohon
ini sesungguhnya hanya simbol atas kepedulian kami terhadap keseimbangan
ekologi yang diharapkan diikuti oleh
masyarakat di tempat tinggal atau lingkungan masing-masing, khususnya para
jamaah yang hadir dalam Green I’tikaf
ini. Kami berharap, keseimbangan hidup tidak hanya terwujud dari harmonisasi
hubungan manusia dengan sang khaliq, Allah SWT, tetapi sekaligus dengan alam
lingkungan. Apalagi, saat ini telah terjadi pengikisan lapisan ozon akibat global warming yang pada gilirannya
menyusutkan persediaan oksigen (O2) yang menjadi menu utama pernafasan makhluk
hidup. Karena itu, dengan gerakan menanam pohon, diharapkan produksi oksigen
terus bertambah dan men-support
kehidupan yang sehat dan menyehatkan.
Saya juga merasakan, i’tikaf semalam terasa spesial dan
melahirkan suasana batin yang luar biasa, karena hadirnya puluhan saudara saya,
pengungsi asal Sampang, Madura yang terusir dari kampung halaman mereka. Hampir
dua bulan sebanyak 69 keluarga (ratusan jiwa) yang beraliran Syiah dan dituduh
sesat oleh masyarakat Sampang itu, ditampung di apartemen sederhana (aparna) di
komplek pasar induk Puspa Agro setelah sebelumnya (sekitar setahun) "diinapkan"
di GOR Sampang. Hal itu setelah rumah-rumah dan tempat ibadah mereka
dihancurkan oleh orang-orang yang mengaku kaum Sunni. Oleh pemerintah provinsi
Jatim dan Pemkab Sampang, mereka dipindahkan ke aparna yang berada di area
Puspa Agro karena pertimbangan keamanan dan keselamatan mereka.
Dalam kesempatan Green I’tikaf semalam, kami juga
mendoakan saudara-saudara asal Sampang ini secepatnya dikembalikan ke kampung
halaman mereka untuk bisa hidup dengan normal dan nyaman, tanpa tekanan dan
intimidasi dari siapa pun. Semoga momentum Ramadan ini benar-benar membawa
berkah bagi semua umat Muslim, termasuk mereka yang kini hidup di pengungsian. Amin …amin …amin Yaa Robbal ‘alamin. (*)
Sidoarjo, 1 Agustus
2013
Suhartoko
No comments:
Post a Comment