Oleh Prof Dr Luthfiyah Nurlaela MPd *)
Pendidikan Profesi Guru (PPG) sedang
menjadi perdebatan. Kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud)
itu dianggap ngawur oleh banyak
kalangan, terutama para pemerhati pendidikan, guru-guru, mahasiswa, juga
sebagian masyarakat umum.
Hal itu tidak heran. Sebab, dalam
kebijakan tersebut jelas tersurat, bahwa profesi guru terbuka bagi semua
lulusan program studi (prodi), baik kependidikan maupun non- kependidikan, asal
yang bersangkutan lulus PPG. Aturan ini dinilai tidak adil bagi lulusan Lembaga
Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK).
Empat tahun proses pendidikan yang
mereka tempuh di LPTK, seperti tidak ada artinya, karena disetarakan dengan
lulusan non-LPTK yang juga memiliki kesempatan yang sama untuk mengikuti PPG.
Baik dari lulusan LPTK maupun non-LPTK, sama-sama harus menempuh PPG selama 1
atau 2 semester --bergantung prodi PPG yang dipilih-- bila mereka ingin menjadi guru.
Guru profesional adalah guru yang
dalam melaksanakan tugas mampu menunjukkan kemampuannya, yang ditandai dengan
penguasaan kompetensi akademik kependidikan dan kompetensi substansi dan/atau
bidang studi sesuai bidang ilmunya. Calon guru harus disiapkan menjadi guru
profesional melalui pendidikan profesi guru.
Menurut Undang-undang nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan profesi adalah pendidikan
tinggi setelah program sarjana yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki
pekerjaan dengan persyaratan keahlian khusus. Sesuai pasal 1 ayat 2 Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 8 Tahun 2009 tentang Pendidikan Profesi
Guru, program Pendidikan Profesi Guru Prajabatan (PPG Prajab) adalah program
pendidikan yang diselenggarakan untuk mempersiapkan lulusan S-1 kependidikan
dan S-1/D-IV non kependidikan yang memiliki bakat dan minat menjadi guru agar
menguasai kompetensi guru secara utuh sesuai dengan standar nasional pendidikan.
Setelah menempuh PPG, peserta memperoleh sertifikat pendidik profesional pada
pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Bukan
Program Dadakan
PPG sebenarnya sudah disiapkan sejak
lama. Paling tidak sejak tahun 2008/2009, tim PPG pusat dari Dikti sudah
melakukan berbagai kegiatan, mulai menyusun naskah akademik, buku panduan, dan
merancang kurikulum. Pada saat itu, fokus persiapan selain untuk PPG Prajab,
juga untuk PPG dalam Jabatan (PPG Daljab). PPG Daljab direncanakan segera dilaksanakan dengan salah satu misi
mempercepat penuntasan sertifikasi guru. Mempertimbangkan jumlah guru yang
belum tersertifikasi dan target penuntasan sertifikasi guru pada tahun 2015,
diprediksi target tersebut tidak akan tercapai bila hanya mengandalkan jalur
portofolio dan Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG).
Karena itu, pada tahun yang sama
dipaculah LPTK negeri maupun swasta untuk menyusun proposal penyelenggaraaan
PPG. Berbagai komponen yang harus ada dalam proposal di antaranya adalah izin
penyelenggaraan prodi yang dikeluarkan oleh Dikti, bukti akreditasi prodi
(minimal harus terakreditasi B), rancangan kurikulum PPG yang diusulkan,
SDM (minimal 2 doktor dan 4 magister), rasio jumlah dosen dan mahasiswa, dan
sebagainya.
Selain itu, sarana/prasarana dan
keberadaan unit PPG serta jaringan kemitraan dengan sekolah. Juga mesti
disiapkan. Visitasi dalam rangka verifikasi lapangan pada semua prodi yang
mengajukan proposal dilakukan pada menjelang akhir tahun 2009, dengan
melibatkan asesor dosen-dosen LPTK yang dinilai berkompeten dan memang sudah
terlibat sejak awal penyiapan program PPG. Serangkaian workshop penyusunan Buku Pedoman PPG, Kurikulum PPG, dan perangkat workshop dan asesmen, juga dilaksanakan,
baik secara lokal oleh masing-masing LPTK maupun secara nasional dengan Dikti
sebagai penyelenggaranya.
Berdasarkan hasil penilaian proposal
dan visitasi, maka diterbitkanlah Keputusan Menteri Pendidikan Nasional
(Kepmendiknas) Nomor 126/P/2010 tentang LPTK Penyelenggara PPG dalam Jabatan.
Ada sebanyak 56 LPTK negeri dan swasta di seluruh Indonesia yang dinilai layak
sebagai penyelenggara PPG Daljab. Dalam Kepmendiknas tersebut juga sudah ada
penetapan kuota untuk peserta PPG tahun 2010, 2011, dan 2012, yaitu sejumlah 13.020
peserta/tahun.
Menanggapi Kepmendiknas tersebut, semua
LPTK yang telah ditetapkan sebagai penyelenggara PPG berbenah. Dikti juga
mengucurkan sejumlah dana pada LPTK untuk revitalisasi PPG. Dana tersebut
dialokasikan untuk penyiapan kurikulum, perangkat pembelajaran, pengadaan
buku-buku referensi, dan sistem penjaminan mutu PPG. Setiap prodi juga
menyusun Buku Pedoman PPG Daljab dengan memanfaatkan dana tersebut.
Sosialisasi PPG Daljab dilakukan
dengan memanfaatkan berbagai media dan forum, baik melalui website masing-masing LPTK, mengirimkan pemberitahuan kepada dinas
pendidikan kabupaten/kota dan bahkan langsung ke sekolah-sekolah. Demikian juga,
diundang para kepala dinas dan guru-guru khusus dalam rangka sosialisasi PPG,
dan sebagainya.
Pada saat itu, Dikti mengalokasikan
juga sejumlah dana untuk membantu biaya pendidikan peserta, yang jumlah
nominalnya telah dihitung dan disepakati bersama-sama dengan LPTK penyelenggara
PPG. Namun, kepastian tentang dana tersebut tidak kunjung datang sampai
akhir tahun 2010. Berbagai kegiatan persiapan yang telah dilakukan LPTK seperti
tak berarti, meskipun optimisme tetap ada, bahwa PPG akan dilaksanakan tahun
2011. Puluhan pertanyaan seputar kapan pendaftaran PPG, apa persyaratannya,
kapan dilaksanakan, dan seterusnya terlontar dari berbagai pihak, terutama
guru-guru. Namun yang bisa dijawab oleh LPTK adalah bahwa PPG yang sedianya
akan dilaksanakan pada tahun 2010 itu ditunda, mungkin dimulai tahun 2011.
Pada tahun 2011 terbitlah
Kepmendiknas Nomor 052/P/2011 tentang Perubahan atas Kepmendiknas Nomor
126/P/2010 tentang LPTK Penyelenggaran PPG Dalam Jabatan. Tidak ada yang berubah
dari Kepmen tersebut, kecuali tahun untuk kuota PPG Daljab, yaitu untuk tahun
2011, 2012, dan 2013. Jumlah LPTK Penyelenggara PPG daljab dan jumlah kuota
peserta sama dengan Kepmen sebelumnya.
Dengan semangat baru, LPTK kembali
melakukan berbagai kegiatan persiapan dan sosialisasi. Pada saat itu
diinformasikan, bahwa PPG Daljab mungkin akan dilaksanakan pada Maret
2011.Ternyata sampai pada akhir Maret, belum juga ada kepastian, begitu juga pada
bulan-bulan selanjutnya. Hingga pada minggu kedua Agustus, Dikti mengumumkan
adanya perekrutan PPG Daljab, yang pendaftarannya secara online melalui SIM-PPG pada laman http://ksg.dikti.go.id/ppg.
Bahkan pada saat itu pun, kepastian
tentang beasiswa PPG belum ada kejelasan, namun LPTK didorong untuk membuka
pendaftaran. Beberapa LPTK menyambut himbauan itu dengan bersemangat. Mereka
gencar melakukan sosialisasi agar banyak guru yang mendaftarkan diri. Sebagian
LPTK menanggapi dengan setengah hati, melakukan sosialisasi dan rekrutmen
dengan semangat yang biasa-biasa saja. Pendaftaran itu dibuka sampai minggu
kedua November, dan seleksi administrasi serta seleksi akademik dilaksanakan
pada minggu-minggu berikutnya. Pelaksanaan PPG Daljab direncanakan pada minggu
pertama Desember 2011.
Pada saat itu, Dikti juga
meluncurkan program yang lain, yaitu SM-3T (Sarjana Mendidik di Daerah
Terdepan, Tertinggal, dan Terluar), program S1 KKT (S1 Kependidikan dengan
Kewenangan Tambahan), program PPGT (Pendidikan Profesi Guru Terintegrasi), dan
beberapa program yang lain. Konon, karena dana yang digunakan adalah dana
APBN-P, sehingga kepastian cairnya selalu menjelang tahun anggaran tutup. Maka
hampir semua LPTK yang ketiban sampur
untuk melaksanakan program itu benar-benar kepontal-pontal.
Hanya beberapa LPTK yang akhirnya bisa melaksanakan PPG Daljab, dengan menarik
lebih dulu biaya pendidikan dari peserta PPG, dan biaya itu dijanjikan akan
dikembalikan bila beasiswa dari Dikti telah cair.
Tahun 2012 memberikan harapan baru
untuk penyelenggaraan PPG Daljab. Kabar terbaru menginformasikan, bahwa dana
PPG di-DIPA-kan ke LPMP melalui Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia dan
Penjaminan Mutu Pendidikan (BPSDM-PMP). Artinya, dana itu tidak lagi melalui Dikti seperti tahun-tahun
sebelumnya. Maka,LPTK pun kembali berbenah dengan semangat tinggi.
Di Jawa Timur, LPTK Penyelenggaran
PPG sebanyak 8 perguruan tinggi,yakni Unesa, UM, Unej, Unipa, Unmuh Malang,
Unisma Malang , IKIP PGRI Madiun, dan Universitas Nusantara PGRI Kediri.
Kedelapan perguruan tinggi tersebut menghimpun diri, berunding di bawah
koordinasi LPMP Jawa Timur, dan membentuk Forum Pelaksana PPG Jawa Timur.
Berbagai kesepakatan diperoleh dalam pertemuan pada pertengahan Januari 2012
tersebut, termasuk penetapan beasiswa untuk setiap peserta PPG. Direncakan
pendaftaran PPG akan dimulai pada Februari-Maret 2012.
Namun, setelah menunggu dengan penuh
harapan, tiba-tiba Kepala LPMP menginformasikan, bahwa dana yang sedianya untuk
penyelenggaraan PPG Daljab dialihkan untuk pelaksanaan UKA (Uji Kompetensi
Awal). Padahal, sebagaimana pada tahun-tahun sebelumnya, semua LPTK telah
melakukan persiapan dan sosialisasi sedemikian rupa, dengan memberikan keyakinan
bahwa PPG Daljab akan segera dilaksanakan.
Apa boleh buat. Untuk yang kesekian
kalinya, LPTK, lagi-lagi, harus menjawab puluhan bahkan ratusan pertanyaan
tentang penyelenggaraan PPG dengan satu kata kunci: ditunda. Sampai kapan?
Tidak ada yang bisa memastikan. Berkaca pada pengalaman-pengalaman sebelumnya,
memang sebaiknya, tidak perlu memberikan kepastian.
Program
SM-3T
Sejak tahun 2011, Dikti meluncurkan
program Maju Bersama Mencerdaskan Indonesia Salah satunya adalah program SM-3T.
Program SM-3T ditujukan kepada para sarjana pendidikan yang belum bertugas
sebagai guru. Mereka ditugaskan selama satu tahun pada daerah 3T. Program SM-3T
dimaksudkan membantu mengatasi kekurangan guru, sekaligus mempersiapkan calon
guru profesional yang tangguh, mandiri, dan memiliki sikap peduli terhadap
sesama, serta memiliki jiwa untuk mencerdaskan anak bangsa. Program ini
merupakan Program Pengabdian Sarjana Pendidikan untuk berpartisipasi dalam
percepatan pembangunan pendidikan di daerah 3T selama satu tahun sebagai
penyiapan pendidik profesional yang akan dilanjutkan dengan Program Pendidikan
Profesi Guru.
SM-3T seperti mengobati luka kecewa
karena “gagalnya” PPG Daljab yang sudah digadang-gadang selama bertahun-tahun.
Lepas dari apakah ini merupakan program tiruan dari Indonesia Mengajar-nya Anis Baswedan, harus diakui bahwa program
SM-3T memberikan manfaat yang luar biasa, tidak hanya bagi pemerintah daerah 3T
yang memang kondisi pendidikannya sangat memprihatinkan, juga bagi para sarjana
pengabdi tersebut.
Berbagai tantangan dalam bidang
pendidikan dan kemasyarakatan yang harus dihadapi oleh para sarjana, dalam
segala keterbatasan sarana prasarana, daya dukung masyarakat dan sekolah yang
sangat rendah, di antara perbedaan latar belakang kultur dan agama; menjadikan
mata mereka terbuka lebar. Kepedulian dan ketangkasan pun terasah, dan
kemampuan memecahkan masalah semakin terbangun. Bekal sebagai guru profesional
benar-benar mereka peroleh secara langsung, nyata, sering harus “berdarah-darah”,
dan semuanya mereka hayati sebagai bagian dari proses menuju cita-cita sebagai
guru yang profesional.
Melihat begitu besar manfaat SM-3T
dalam rangka mengembangkan guru yang profesional, maka sejak tahun 2012, Dikti
mengeluarkan kebijakan. Isinya, perekrutan peserta PPG Prajab dilakukan melalui
SM-3T. Program ini hanya untuk lulusan prodi pendidikan dengan berbagai
persyaratan yang harus dipenuhi, di antaranya IPK; lulus tes administrasi, tes
akademik, dan tes wawancara; dan berbagai persyaratan lain, termasuk pengalaman
keorganisasian selama menjadi mahasiswa.
Kebijakan ini tentu saja menjaga kredibilitas
LPTK. Bahwa profesi sebagai guru seharusnyalah diemban oleh mereka yang memang
dari awal sudah dipersiapkan sebagai guru. Sebagaimana profesi-profesi yang
lain; dokter, pengacara, notaris, akuntan, dan sebagainya, yang tidak setiap orang
bisa memasukinya.
PPG merupakan upaya pemerintah untuk
“memuliakan” profesi guru. Pendidikan yang ditempuh selama empat tahun masa
kuliah adalah pendidikan akademik, dan untuk menjadi guru, seseorang harus
menempuh pendidikan profesi (PPG). Sama halnya sarjana akuntansi yang tidak
bisa secara otomatis menjadi akuntan, sarjana hukum yang tidak bisa secara
langsung disebut pengacara, notaris, dan sebagainya; melainkan mereka harus
menempuh pendidikan profesi lebih dulu.
Namun di sisi lain, kebijakan yang
memungkinkan peserta PPG bisa berasal dari sarjana nonpendidikan, seolah
bertentangan dengan upaya “pemuliaan” guru itu sendiri. Memang ada perbedaan
persyaratan antara sarjana pendidikan dan nonpendidikan dalam mengikuti PPG Prajab.
Sarjana nonpendidikan harus menempuh matrikulasi bidang kependidikan sebelum
mengikuti PPG, sedangkan sarjana pendidikan tidak dikenakan persyaratan
tersebut. Selebihnya sama. Kurikulum, masa pendidikan, proses pendidikan, dan
sebagainya, tidak ada perbedaan.
Pertanyaannya: bagaimana mungkin
proses panjang selama sekitar delapan semester menempuh pendidikan disejajarkan
hanya dengan paling lama satu semester kegiatan matrikulasi? Bukankah
proses membentuk kompetensi guru yang profesional itu memerlukan waktu yang
panjang, dan oleh sebab itu sudah harus dimulai sejak awal semester dalam
delapan semester tersebut? Tidak sekadar lulus beberapa mata kuliah matrikulasi
dan bisa melakukan praktik mengajar secara instan? Lantas apa gunanya
LPTK bila pada akhirnya siapa pun bisa menjadi guru, hanya dengan menempuh
pendidikan profesi selama satu atau dua semester?
Dalam naskah akademik PPG dinyatakan,
kompetensi guru merupakan sesuatu yang utuh, sehingga proses pembentukannya tidak
bisa dilakukan secara instan, karena guru merupakan profesi yang akan
menghadapi individu-individu, yakni pribadi unik yang mempunyai potensi untuk
tumbuh dan berkembang. Tuntutan untuk menghasilkan guru yang profesional
mengharuskan LPTK penyelenggara memiliki visi yang jelas dengan dilandasi
prinsip good governance dan memiliki kapasitas yang menjamin
keprofesionalan lulusannya. Dengan demikian, kualitas input menjadi sangat penting untuk menegakkan prinsip good
governance, selain kualitas SDM, sarana/prasarana, dan sebagainya. Namun
dengan kebijakan terkait dengan input
PPG seperti saat ini, mungkinkah?
Di sisi lain, kita harus menyadari, saat
ini di Indonesia terdapat lebih 200 LPTK negeri dan swasta dalam berbagai
bentuk dan tersebar di seluruh negeri , yang pemetaannya belum sepenuhnya
dilakukan secara detil. Terjadi disparitas kualitas, rentangan kualitas
LPTK-LPTK tersebut sangat lebar, ditambah lagi sebarannya yang tidak merata.
PPG merupakan salah satu jalan keluar untuk mengendalikan mutu guru yang
dihasilkan dari semua LPTK tersebut.
Lebih jauh, perkembangan
bidang-bidang pengetahuan dan keahlian yang cukup pesat juga menuntut
tersedianya tenaga guru yang kompeten pada bidangnya. Masih banyak
bidang-bidang yang guru-gurunya belum dihasilkan oleh LPTK. Beberapa contohnya
adalah pada bidang kejuruan, misalnya pertanian, peternakan, perkapalan,
perhotelan dan pariwisata, dan sebagainya; sampai saat ini belum ada satu pun
LPTK yang menghasilkan guru-guru dalam bidang tersebut. Maka, PPG menjadi salah
satu jalan keluar, karena sarjana pada bidang-bidang tersebut dimungkinkan
untuk menjadi guru, mengisi kebutuhan dalam bidang-bidang yang relevan, dengan
lebih dulu menempuh PPG.
LPTK perlu didorong untuk membuka
program studi baru sesuai dengan tuntutan perkembangan pendidikan di lapangan.
Mengingat ada cukup banyak persyaratan yang harus dipenuhi dalam mengajukan
usulan pendirian program studi baru, salah satunya adalah ketersediaan SDM
dosen yang memiliki latar belakang pendidikan yang linier dengan prodi yang
akan diusulkan (tentu saja untuk bidang-bidang yang dicontohkan di atas,
persyaratan ini tidak mudah dipenuhi), maka perlu strategi khusus dalam pengembangan
SDM perguruan tinggi.
Selain itu, kerja sama dengan
praktisi dalam bidang-bidang yang akan dikembangkan juga menjadi tuntutan
mutlak. Dengan demikian diharapkan, ke depan, bidang apa pun ada LPTK-nya. Guru
bidang perkapalan dihasilkan oleh Prodi Pendidikan Teknik Perkapalan, bidang
perhotelan dihasilkan oleh Prodi Pendidikan Perhotelan, dan sebagainya. Selama
bidang-bidang tersebut tidak ada LPTK-nya, maka PPG mungkin akan tetap menjadi
jalan keluar terbaik.
Surabaya, 29 Agustus 2012
*) Prof
Dr Luthfiyah Nurlaela MPd, Ketua PPG Universitas Negeri Surabaya (Unesa)
Begitu profesi guru "diprofesionalkan", ada konsekuensi yang awalnya belum terpikirkan oleh calon, mahasiswa, dan lulusan S1 kependidikan: mereka harus menempuh pendidikan profesi! Nah, Terbatasnya kuota PPG Pra-jabatan oleh Dikti bagi LPTK penyelenggara juga meimbulkan kegamangan, quo vadis penyediaan tenaga guru yang profesional? Idealnya, tiap tahun paling tidak harus ada 60.000 orang yang ikut dan lulus PPG Prajabatan (sebagai pengganti guru yang pensiun).
ReplyDeleteTerima kasih, Wewe. Tanggapan Anda sudah saya teruskan ke Prof Luthfiyah Nurlaela. Semoga segera dapat respon balik.
DeleteProf, saya salah satu peserta SM3T 2011 yang sedang menunggu proses PPG.
ReplyDeleteapakah setelah kita mengikuti PPG prajab kita mendapatkan prioritas dalam CPNS? karena harapan kami semua setelah PPG ada perilaku khusus dari pemerintah untuk kami.
tidak lain dikarenakan birokrasi sekarang membunuh kami yang tidak mempunyai "canel" orang-orang birokrat terlebih untuk kami yang tak "beruang" sehingga meskipun sudah ikut SM3T dan PPG jika pemerintah lepas tangan sama saja membunuh kami.
bukti yang nyata, dalam masa praPPG setelah kepulangan kami -+4 bulan ini kebanyakan teman-teman menganggur, bingung mau bagaimana karena waktunya tanggung. Meskipun ada beberapa teman yang dulunya sudah mengajar kemudian kembali mengajar ke sekolahan itu, tapi bagi teman yang dulunya belum mengajar dan tidak punya canel mereka hanya di rumah saja. qita menyebutnya "diawali pensiun dan diakhiri pensiun" itulah kami SM3T, mudah-mudahan Alloh meridloi apa yang kami hajatkan... amiiin.
Dear, Mae ....
ReplyDeleteKetegaran dan kesungguhan dalam mengabdikan diri untuk kemajuan pendidikan di negeri ini pasti dilihat oleh Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Insya Allah ada jalan meski harus berliku-liku.