
pesta langit jelang senja
untuk: ayah
yang hitam boleh saja bersembunyi
di balik pekat malam
dan lebih lama lagi
agar benar kelam yang sempurna rupamu
lalu jika ingin muncul
sentakkanlah gerimis dari langit
dentumkan guntur
halau angin dengan ketebalan mega
gelar pestamu
rangkai anyaman megah
yang membuat penghuni bumi berdecak-decak
mempercayai dengan mata
sambil berkata “ inilah keajaiban”
2010
kelam malam
malam yang kelam
sekelam wajahku
udara letih berguling dijalan
mengikis pucat aspal
malam yang kelam
sekelam wajahku
yang dihitamkan mimpi
dan ditinggal pergi
malam yang kelam
sekelam wajahku
sisakan aku udara
agar bisa bernafas lega
Juni 2010
malam dewa
setelah malam bergulir lebih cepat
karena tidur pulas yang menenggelamkanku
aku tersadar saat waktu menghilangkan
matahari dari ingatan
di mata hanya bayang kelam yang muncul
tumpang tindih dengan remang malam
sorot tajam mata bergerak mengadah
seperti mencari yang lama dilupakan
oh...bintang
peri-peri cahaya malam
memencar di langit malam
mencarimu diketebalan mega
tanpa ingatan sepeserpun tentang cahaya
di sekitarku udara mulai gelisah
bergerak berkejaran
gita dewata merdu melantun
menggugurkan kesunyian
lantun mantra diterbangkan asap dupa
meliuk-liuk menari mistis
menuju angkasa lepas
diiringi suara anjing yang meragu
tiba-tiba badanku bergetar
dada berdebar
seluruh tubuh terasa terguncang
musibah datang tanpa berkabar
yang memuja menemu jawaban
engkau menanti apa?
2010
malam-malam
malam hening
tiada berisik yang membuat gaduh.
langit pun bening
sampai kelam memunculkan titik bintangnya.
sayup-sayup
hampir tak terdengar
hanya sejenak singgah didedaunan.
sekedar menggoyangkannya
meyakinkanku jika dia memang ada.
aku sedari tadi membisu
bibir kelu
terasa membeku
beginilah malam-malam
yang kupunya.
ditemani sajak murah
dilahirkan sesar
dari perut penyair yang
kehilangan kemampuan membaca kata.
sajak-sajak yang sedia
menemani
memutar waktu
cepat berlalu
26 Mei 2010
eka
padamu eka yanti
Ka,
aku terlanjur menyukai sepi
bagaimana denganmu sendiri
apa yang membuatmu bertahan disini
lebih lama dari sunyi di hati
Ka,
maukah kau jawab ini
untuk diri yang terlampau sepi
terkutuk susana hati
pincang sana-sini
Ka,
lukiskan aku bulan mati
saat langit mencoba lari
agar lega itu abadi
bersama bintang dalam hati
Ka,
mari kita berdoa kembali
semenjak saat itu memanggil
meminta memiliki diri
jangan sampai hati mati kembali
Ka,
kita pasti akan bertemu
jangan cemaskan janji yang berlalu
bila tak cukup waktu
masih ada mimpi yang rela menunggu
4 Juni 2010
sisa cinta kepada paramita
untuk: Anak Agung Paramita
1
ijinkanku membahasakanmu dengan puisi
karena rupa tak sempat bertemu
karena jarak sedang mengeluh
karena aku tak tahu cara lain yang indah
yang membuat senyumanmu mengembang
seperti ingatanku tentangmu dimasa lalu
2
pada siapa lagi berkabar
tantang gelisah hati
ditinggal cinta dan
merenungi diri
hari berlalu
suasana baru kutunggu
menurutmu,
adakah sisa cinta darimu
untuk sang penyair malang ini
16 Mei 2010
3
panas terik dibawa matahari
berniat membakarku
aku berlari
menjauh dari panas
gontai langkahku
sampaiku juga di negeri para pengelana
orang-orang berwajah kusam
berpakaian tebal
seolah tak membiarkan
sisa kesejukan raib dari tubuhnya.
ketika kusapa,
mengatakan dirinya aku dimasa lalu.
dan belum juga kutemukan
sisa cinta tentangmu.
17 Mei 2010
4
malam yang menggairahkan
aku melata diatas tubuh wanita
tanpa nama.
menyusuri setapak demi setapak
yang membuat pria mana tak terpesona
tiba di wajahnya
niatku beku
karena ternyata rupa bisa menipu
18 Mei 2010
5
masih kusimpan saputangan coklat
yang kau beri
tepat di hari keduapuluh tahunku
kupegang dan kuciumi,
memunculkan kembali wangi
yang mengalir masuk kehidungku
dipikiranku telah ada dirimu
tersenyum menyapa
seperti saat kau memberi hadiah ini
24 Mei 2010
I Putu Gede Pradipta lahir di Denpasar, 18 Desember 1988. Kini tinggal di Denpasar-Bali.
Baginya puisi adalah suatu ruang untuk berkarya, di sana kejujuran kata-kata bertemu dengan kesederhanaan.
Selasa, 29 Juni 2010 | 02:25 WIB (www.kompas.com)
No comments:
Post a Comment